Sudah sebulan ke belakang, saya mengikuti kelas online via Coursera dan hari ini saya berhasil menyelesaikannya. Ini pertama kalinya saya mengikuti kelas daring semacam ini, yaitu yang benar-benar ada dosennya dari universitas luar negeri dengan topik social science. Saya sendiri sering ikutan workshop daring, mulai dari Skillshare, Domestika, maupun kelas Lingkaran dan Tempo. Tapi kebanyakan topiknya berhubungan dengan dunia kreatif.
Sebenarnya, saya sempat berpikir apakah saya mampu mengikuti kelas online di antara kesibukan di rumah? Apakah saya masih bisa belajar hal baru yang ada embel-embel science, critical thinking, dll, dst? Tapi lagi-lagi, sepertinya saya selalu memandang rendah diri sendiri. Saya tahu kelas daring semacam ini bukan hal baru buat sebagian orang tapi buat saya, ini sebuah pencapaian yang mungkin akan selalu saya ingat.
Saya ingin menuliskan post ini secara lebih universal, karena saya ingin lebih banyak orang bisa mengambil segala hal yang baik dari pengalaman ini. Jadi, saya akan membuatnya dalam format yang mudah, yaitu 5W+1H (in no particular order).
WHO
Sekarang ini, sehari-hari saya masih berkegiatan di rumah untuk mengurus bayi yang belum genap berusia satu tahun. Walaupun sudah aktif bergerak dan lebih mandiri, tapi anak saya belum bisa ditinggal sendiri. Saya juga masih mengurus pekerjaan domestik sendiri (mulai dari masak, bebersih, setrika, dll) tanpa ART (terkadang dibantu suami yang sekarang sedah WFH, sih).
(PS: I don’t think it’s a rare thing, a lot of families, especially in Jakarta, experience the same thing. After the pandemic, it becomes more complicated since a lot of working moms are forced to work at home while monitoring their children to school from home while also doing most of the domestic work. We’re still way behind equality and it itches me, but let’s save the conversation for another time.)
Selain itu, saya juga harus mengurus bisnis kecil saya. Mulai dari proses kreatif seperti pembuatan design produk, mengurus administrasi dan pencatatan keuangan, mencari lead sales atau peluang pengembangan bisnis, sampai mengirimkan barang ke customer. Sebulan ke belakang, saya juga beruntung mendapatkan pelatihan gratis tentang entreprenurship yang diadakan oleh salah satu perusahaan logistik lokal yang berniat mengembangkan UMKM berpotensi. Pelatihannya sendiri dilakukan secara daring, 2-3x seminggu, dan berlangsung sekitar 2 jam setiap malam (I promise to write about this later).
So, do I have enough time for another thing on those lists? Jawabannya, iya.
WHY
Di salah satu tes psikologi yang baru-baru ini saya ikuti, salah satu hal yang harus saya perbaiki adalah saya kekurangan kepribadian tipe WINNER. Tipe kepribadian yang mengedepankan kompetisi dan mengukur diri dengan pencapaian orang lain. Sebagai anak tengah yang tidak ambisius, I’m clearly aware with that :)) Jadi alasan pengambilan kelas ini jelas bukan buat pamer ataupun ajang pembuktian diri, haha.
Ini runutan kejadian kenapa saya mengambil course tersebut.
Menemukan akun Instagram Advislab > Ikutan kelas Advislab tentang Ekonomi Perilaku (I took 3 out ouf 4 class available last July-August) > Mencari tahu lebih banyak tentang bias kognitif dan membaca artikel The Atlantic The Cognitive Biases Tricking Your Brain > Mengetahui tentang course ini.
Alasan saya mengambil course ini dan mungkin satu-satunya alasan, adalah rasa keingintahuan (and I mean it). Mungkin, hal itu yang membuat saya tidak pernah berhenti belajar di usia ini. Perkembangan karir? Mungkin, walaupun saya belum tahu ujung perjalanannya.
WHAT
Kelasnya sendiri berjudul Mindware: Critical Thinking for the Information Age. Pengajarnya adalah Richard E. Nisbett dari University of Michigan. Nisbett pernah menulis buku berjudul Mindware: Tools for Smart Thinking (2015) yang juga digunakan sebagai tambahan bacaan di kelas ini. Tapi membaca bukunya opsional dan saya juga belum bisa beli bukunya sih, hehe. Tidak seperti Kahneman yang menganggap sistem berpikir manusia tidak bisa diubah, Nisbett lebih optimis atas kemampuan manusia, ia percaya bahwa bias bisa disadari dan pengambilan keputusan manusia bisa diperbaiki.
Coursera sendiri bisa diakses via website dan apps. Selain subtitles yang tersedia dalam berbagai bahasa, tersedia juga transkrip materi dan fitur Save Note, yang membuat kamu bisa membuat highlights virtual kalau malas membuat catatan tangan secara manual.
Semua kelasnya bisa dilakukan secara self-paced walaupun ada tenggat waktu kapan harus menyelesaikan kuis. Kuisnya sendiri ada essay, ada pilihan ganda. Tapi nggak susah sih kalau kata saya mah, haha.
Materi kelasnya sendiri sangat menarik dan saya merekomendasikannya untuk semua orang agar bisa melatih diri untuk berpikir dan mengambil keputusan-keputusan yang lebih baik lagi. Bab awalnya mungkin agak intimidatif, yaitu tentang Statistik dan Probabilitas tapi isinya menarik sekali. Berbeda dengan pelajaran yang saya ambil di bangku kuliah, topik ini disajikan dengan mengedepankan lebih banyak contoh penggunaan statistik dibandingkan teori. Juga bagaimana kita bisa melihat kapan statistik bisa digunakan secara relevan di kehidupan ataupun bagaimana lebih jeli melihat data yang disajikan di media (or better, WhatsApp Group messages?).
WHERE
Coursera. Sama seperti platform kelas daring lainnya, Coursera menawarkan banyak kelas dari berbagai universitas ternama, mulai dari Wharton, Cambridge University, dll. Banyak kelas gratis yang bisa diikuti, tapi kamu juga bisa membayar lebih untuk mengambil sertifikat. Sertifikatnya bisa di-share ke LinkedIn ataupun digunakan untuk melamar kerja. Ada juga beberapa kelas yang lebih ‘terprogram’ dari berbagai perusahaan besar seperti Facebook dan IBM ataupun Bachelor/Master degree dari universitas-universitas ternama.
WHEN
Untuk kelas yang saya ikuti ini, ada 8 topik yang dibagi dalam 4 minggu. Setiap minggunya, hanya dibutuhkan 3-4 jam waktu belajar (termasuk kuis). Less intimidating and possible to finish.
Ada juga fitur reminder di mana kamu bisa merencanakan berapa hari dan berapa jam yang mau diluangkan untuk belajar setiap minggunya. Kelasnya langsung bisa diambil kapanpun, walaupun ada beberapa kelas yang sepertinya harus nunggu waktu enrollment-nya.
HOW
Sepertinya ini hal yang (mungkin) paling banyak ditanyakan. Di zaman ketika produktivitas didewakan, pertanyaan bagaimana membagi waktu seakan jadi krusial.
As a disclaimer, saya termasuk orang yang biasa-biasa aja kalau belajar. Waktu kuliah, saya harus baca materi lebih dari 2x untuk bisa ngerti sebuah bab. Dan kalau dikasih PR untuk minggu depan, saya harus mulai mengerjakan tugasnya dari hari itu juga supaya bisa punya waktu mengulang baca materinya. I’m the very definition of working hard, not working smart :)) Jadi ketika sekarang pun saya menerapkan hal yang sama.
Saya baru bisa mulai belajar di atas jam 7 atau 8, ketika anak saya sudah tidur. Sesekali dia masih bangun untuk menyusu dan mau gak mau yaa harus berhenti-berhenti dulu belajarnya. Kalau lagi banyak kerjaan, kayak harus bikin design, rekap jualan, ataupun harus nyetrika cucian, saya dengerin materinya via apps. Kayak lagi dengerin podcast aja sih, tapi dengan topik yang lebih serius. Kadang ada yang masuk, ada yang nggak. Tapi minimal, jadi tahu gambaran besar materinya.
Kalau bener-bener skip pikiran melayang-layang (which it happened quite often), saya ulang lagi 2-3x dengerin materinya atau di-repeat sampe kerjaannya beres. Kalau udah punya waktu konsen, saya nonton lagi di laptop sambil baca transkip materinya dan bikin highlights apa aja yang penting. Saya sempet bikin notes dan catatan tulis tangan di awal, tapi ternyata nggak praktikal buat saya. Jadi saya copas aja catatan highlight transkip yang saya bikin ke Word kalau suatu saat butuh inget-inget lagi materinya.
Kalau ada kuis, kadang sering curang sih, huahaha. Saya biasanya skimming pertanyaannya apa, kalau sekiranya banyak yang gak bisa dijawab saya bakal ulang lagi ke materinya atau baca lagi notes highlights-nya.
Terlihat time consuming? In fact, it’s not. Kalau dipikir lagi, semuanya cuma 1-2 jam per hari dan saya bisa sambil mengerjakan hal lainnya. Kalau langsung nangkep materinya yaa nggak usah diulang-ulang. Saya yakin kok, semua orang bisa menyisihkan waktu sejam sehari.
Mungkin ada juga yang merasa pekerjaan domestiknya nggak selesai-selesai jadi nggak punya waktu lebih. Saya juga merasa gitu kok, haha. Akhirnya saya siasati dengan menempatkan prioritas. Saya cuma nyuci baju 2-3x sehari walau baju anak dicuci tiap hari. Saya cuma nyetrika 1-2x seminggu, yang kebanyakan dikerjakan di akhir minggu. Sama halnya dengan nyapu ngepel lap-lap. Kalau kecapekan banget, ya udah kibar-kibar bendera putih, minta suami bantuin. Rumah saya nggak bersih-bersih banget dan walau kadang takut anak jadi gampang sakit, kena kuman dll tapi ya mau gimana lagi, saya belum bisa kage bunshin.
I realized that I’m not the most brilliant student, but it doesn’t stop me from learning. I realized that I’m not the most efficient person, but it doesn’t stop me from trying harder. I do sacrifice a lot of sleeping time, but well, that’s the only thing I can sacrifice for now.
***
Sedikit tips, saya memang sering belajar hal random yang tidak berhubungan. Sampai sekarangpun masih begitu. Tapi kalau kamu punya goals besar dan benar-benar ingin mengembangkan karir dengan waktu yang terbatas, luangkan sedikit waktu untuk membuat grand plan kamu. Mulai di hal-hal kecil yang mungkin sepele. Baca berbagai artikel, lanjutkan ke download paper, lanjutkan ke ambil workshop, lanjutkan ambil course, coba daftar kerja yang berhubungan, dst. Kalau ada yang tidak nyaman, evaluasi apakah masih ingin dilanjutkan atau tidak.
Begitulah sedikit pengalaman saya mengambil kelas daring. Semoga kebiasaan ini berlanjut dan saya bisa berbagi kelas-kelas selanjutnya di sini.
PS: Hari ini adalah hari ulang tahun saya dan seperti tahun-tahun sebelumnya, saya selalu berusaha memberikan hadiah ke diri sendiri. Walaupun bentuknya agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dan tentu saja lebih abstrak, this year I reward myself with knowledge and (a slight) confidence :)