Naming Fear

A few weeks ago, my friend Mega asked me to watch It on the cinema. Although I thought the movie would be a thriller/mystery, I was a little bit surprised that the movie actually falls to a horror genre. The main ‘ghost’ in the movie takes form as a clown, later known as Pennywise, The Dancing Clown. I, personally, have never really like a clown since I was a kid and would like to define it as ‘disturbing’ and ‘not really pleased to look at’, but never really fear it wholeheartedly. But aside from all the spooky and scary things, I find the movie is quite interesting from the way they approach the word ‘fear’.

Read more

The Excessive (and Expensive) Information

Jum’at kemarin adalah hari terakhir saya bekerja freelance kantoran selama sebulan ke belakang. Karena pembangunan beberapa ruas jalan yang dilakukan bersamaan, sudah nggak aneh kalau waktu tempuh perjalanan jadi agak lebih lama dari biasanya. Nggak jarang saya mencari bacaan di internet saat waktu macet di bis. Tirto.id adalah salah satu alternatif bacaan saya. Awal perkenalan saya dengan Tirto adalah karena Zen RS menjadi salah satu editor di sana, haha. Tirto sendiri banyak mengulas isu berita terkini yang dikaitkan dengan kejadian serupa dalam sejarah dan kultur di masyarakat. Salah satunya tentang isu curhat mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kemudian dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan mantan presiden lain di seluruh dunia yang pernah menjabat.

Di zaman serba cepat seperti sekarang, batas antara berita dan informasi yang layak atau tidak layak dikonsumsi semakin sulit ditemukan. Pemerintah dan media, digawangi Kementerian Komunikasi dan Informasi sampai menyelenggarakan Kampanye Anti Hoax di awal tahun ini. Koran Republika mencetak berita hoax di antara kolom-kolom berita aslinya dan hanya menuliskan keterangan bahwa berita tersebut tidak benar di akhir artikel.

Beberapa waktu yang lalu, sempat beredar pemberitaan tentang remaja Macedonia yang mendapat hampir $16.000 dari pembuatan berita palsu selama Pemilu US.  Ketika pertama kali membaca beritanya saya beranggapan bahwa kalau kita sudah tidak lagi mengingat Tuhan sepertinya pekerjaan ini sungguh menjanjikan. Dream comes true, bulan lalu kelompok bernama Saracen terungkap sebagai salah satu jaringan penghasil konten berita hoax. So, be careful the next time you want to click something, maybe you just made someone really really richer.

Tapi, apakah masalah kita hanya berhenti di berita palsu saja?

Read more

Keberagaman, Cinta, dan Tribun Selatan

Indonesia adalah negara yang selalu menarik untuk dibahas. Di saat keberagaman menjadi daya tarik yang besar bagi Indonesia, di saat yang sama, keberagamaan acap kali menjadi akar penyulut pertikaian. Mengambil contoh Pilkada DKI 2017 yang sarat dengan isu pertikaian antar agama, tampaknya masyarakat Indonesia masih harus banyak belajar soal toleransi antar sesama. Hal ini terlihat dari mudahnya menyulut berbagai hal hanya karena perbedaan pendapat yang kemudian meluas menjadi perbedaan ras dan agama. Ketika masyarakat Indonesia tampak mulai lelah karena harus kembali menghadapi derasnya arus putaran kedua pilkada, data Komisi Pemilihan Umum (KPU) justru menunjukkan peningkatan partisipasi pemilih DKI Jakarta yang mencapai 78%, dibandingkan putaran pertama yang hanya mencapai 75,75%. Para pemilik KTP Jakarta yang tinggal di luar kota maupun luar negeri berbondong-bondong datang ke Jakarta untuk sekedar memilih kandidat yang didukungnya. #OneVoteCounts begitu seru tagar yang beredar di Twitter pada tanggal 15 Februari 2017 kemarin. Hal ini juga menarik perhatian media luar negeri yang ternyata menaruh perhatian yang cukup besar tentang dampak isu SARA dalam politik Indonesia.

New York Times dan CNN menuliskan bagaimana Pilkada DKI kemarin akan dilhat sebagai titik balik toleransi beragama di Indonesia. Indonesia sendiri masih punya banyak catatan hitam yang belum terselesaikan tentang toleransi antar umat beragama dan rasisme yang melibatkan HAM. Walaupun sama-sama mengusung Bhinneka Tunggal Ika dan sudah memasuki zaman digital yang penuh informasi dan keterbukaan, tetapi nyatanya masyarakat kita masih judgemental dan belum terbuka terhadap ras atau agama tertentu.

***

Di balik semua narasi miris di atas kalau ada hal-hal yang bisa mempersatukan Indonesia saat ini, salah satunya mungkin adalah kompetisi olahraga. Perdebatan tentang siapa yang pantas menjadi pemimpin atau tidak akan terlihat usang di tengah teriakan dukungan di lapangan.

Tidak sedikit yang merinding dan menangis ketika Lilyana Natsir dan Tontowi Ahmad membawa pulang medali emas di Olimpiade Rio 2016, tepat di hari kemerdekaan setahun silam. Atau bagaimana bersatunya warga Indonesia ketika bendera kita dihadirkan terbalik di beberapa media cetak Malaysia di ASEAN Games 2017 kemarin. Tidak ada caci maki atau sindiran, hanya teriakan yang sama.

***

Untuk penonton bola karbitan yang cuma menyaksikan sepakbola lewat layar televisi di momen-momen populer saja, menemukan diri saya berdiri di antara puluhan ribu penonton di stadion sepakbola di luar kota adalah suatu kejanggalan.

Read more

The Hardship of Happiness

Kadang, ada waktu di mana kita mempertanyakan keberadaan diri untuk kemudian memilih untuk berhenti dan kembali menjalani hari seperti biasa. Entah karena memang ingin melupakan sejengkal kegelisahan, atau memang ingin mengambil aksi dari semua kesimpulan. Saya nggak suka berpikir terlalu panjang dan saya lebih suka mencari jawaban lewat hal-hal kecil dalam keseharian, jadi ketika pertama kali mengalami depresi saya nggak tau harus berbuat apa. Saya beruntung nggak punya keinginan sedikitpun untuk mengakhiri hidup ataupun mencari jawaban lewat ketergantungan, tapi nggak sedikit orang yang seberuntung saya.

Beberapa waktu yang lalu, sempat beredar berita-berita seputar bunuh diri. Mulai dari vokalis band rock favorit sampai orang asing yang tidak saya kenal. Saya beberapa kali berkata bahwa yang namanya berita sensasional dan kemalangan pasti lebih cepat beredar di masyarakat. Saya kembali menyayangkan banyaknya lembaga berita yang terlalu mengekspos hal semacam ini secara berlebihan. Imbasnya, pusat solusi dan lembaga masyarakat sibuk menginformasikan nomer hotline yang dirasa bisa membantu orang-orang yang memang mengalami depresi yang amat sangat dan memikirkan mengakhiri hidup. Kata depresipun kemudian mengalami penurunan arti dari istilah medis menjadi kata kerja sehari-hari.

Read more

Karbon Kopi

Beberapa tahun ke belakang, beberapa teman saya mulai memasuki jenjang baru dalam hidup. Polanya kebanyakan sama, mempersiapkan pernikahan, parade foto bulan madu, kata-kata manis tentang kehidupan pasangan baru, perjuangan tentang kehamilan dan menyusui, dan seterusnya. Pada akhirnya, cerita tidak jauh berbeda dengan kebanyakan: ketakutan tentang kehidupan.

Ketakutan tentang langkah kehidupan yang tidak sama. Ketakutan karena apa yang kita miliki tidak pernah cukup. Ketakutan karena kita tidak sama dengan orang lain. Yang diungkapkan lewat keluhan atau cibiran, yang hampa dan sia-sia, yang melelahkan dan membuang waktu. Padahal, keragaman adalah bukti nyata keagungan Tuhan yang paling saya kagumi.

Bukankah kita harusnya bersyukur, bahwa kita bukan karbon kopi?

Celebrating struggling and each other differences. Entah berapa kali saya mendengar kalimat ini. Tapi entah berapa kali pula, saya melihat gunjingan dan kritik yang mematahkan kata-kata   tersebut. Hanya karena apa yang terkadang disebut sempurna. Kalau semua orang mencemooh kata sempurna, sebenarnya siapa yang mendeskripsikan arti kesempurnaan tersebut? Evil take forces in many shapes, your fears are one of them.

Ketika saya berkaca hari ini, saya sadar Tuhan kadang tidak memberikan semua yang terbaik kepada masing-masing orang, tapi Tuhan memberikan cerita yang paling sesuai kepada orang tersebut. Adalah pilihan masing-masing untuk melanjutkan ceritanya sendiri, memilih apa yang terbaik untuk garis akhirnya. Memilih cara terbaik untuk berteman dengan waktu, bukan berlomba di dalamnya.

Saya kira, kebijakan dan kelapangan pandangan akan datang kepada orang-orang yang sudah mengalami lebih banyak jenjang kehidupan. Saya kira, mereka akan selalu lebih bahagia dibanding saya karena memiliki banyak hal yang tidak saya miliki. Hari ini, untuk pertama kalinya, saya tidak iri dengan mereka semua. 

Berlari dalam waktunya sendiri, bahagia dalam sadarnya sendiri, adalah kebebasan yang ingin saya miliki sepenuhnya.

Hari ini, saya bahagia karena bisa keluar rumah dan melihat matahari pagi. Saya bahagia karena sore ini turun hujan. Saya bahagia karena hal remeh yang mungkin tidak berarti banyak untuk orang lain. Saya bahagia karena tidak menjadi karbon kopi.