Shifting from Working Hours to Infinity and Beyond Part 1 – FINANCE

Sejak awal April kemarin, saya sudah resmi berhenti bekerja. Alasannya bukan karena ingin fokus bisnis atau sudah jenuh kerja kantoran, tapi karena di-layoff. Sudah bukan rahasia lagi kalau beberapa tahun ini, dunia oil & gas sedang tidak menentu, imbasnya beberapa perusahaan terpaksa melepaskan banyak karyawannya. Saya sebenarnya sudah punya concern di-layoff sejak setahun sebelumnya. Tapi tetap saja pas saatnya tiba, ada perasaan campur aduk dan ketakutan yang berlebih. Banyak juga yang komentar, “Wah enak ya, bisa di rumah terus. Udah punya bisnis, dapet pesangon lagi”. Banyak juga yang jadi concern berlebihan dan memberi macam-macam lowongan pekerjaan. Ada juga yang bertanya sebenarnya sekarang saya ngapain sih? :)) Awalnya memang sulit menjawab komentar-komentar semacam itu, tapi lama-lama saya semakin bisa menerima kenyataan di depan mata dan semakin menikmati kehidupan sehari-hari.

Banyak yang menganggap kalau nggak bekerja kantoran itu rasanya enak, bisa ngapa-ngapain kesana-kemari, tidur sampai siang, dll. Padahal kenyataan-nya nggak seperti itu, kalau kita pergi ke luar justru harus mengeluarkan uang. Naik ojek ke mall, makan di luar, kadang beli-beli barang nggak penting, sedangkan income kita hampir di-stop sama sekali. Dibanding bekerja kantoran yang penghasilannya tetap, bekerja freelance atau jadi entrepreneur itu semuanya serba nggak pasti. Jangan mengira juga kalau semua orang yang punya bisnis bisa langsung sukses. Nggak semua orang bisa sesukses Lizzie Parra dalam sekejap (Kak Ichil saya fans berat!). Menurut saya bekerja kantoran dan tidak, selalu ada pro dan kontra-nya masing-masing. Yang pasti, keduanya menuntut kita untuk memberikan yang terbaik setiap saat.

Nah, sekarang saya mau berbagi hal-hal yang mungkin bisa diterapkan kalau kamu memutuskan shifting dari pegawai kantoran ke pegawai lepas, terpaksa di-layoff, mau menjadi entrepreneur, dll. Karena menurut saya, adaptasi ini nggak gampang walaupun kamu sudah menginginkan atau merencanakannya sejak lama. Proses adaptasinya sendiri mungkin bisa bikin depresi (true story). Ada dua hal besar yang mau saya bahas, FINANSIAL dan AKTIVITAS SEHARI-HARI. Dua hal ini jugalah yang menjadi pertanyaan terbesar saya sewaktu awal berhenti bekerja.

Saya menulis tips di bawah dari pengalaman saya pribadi, mungkin ada yang bisa diterapkan, mungkin ada yang nggak cocok. Tapi saya berusaha membuat tips yang general, walaupun pasti dalam pengaturan keuangan dan aktivitas sehari-hari, akan berbeda kalau misalnya diterapkan kepada Ibu rumah tangga yang ingin bekerja dari rumah misalnya. Background pribadi saya adalah belum berkeluarga di usia 20-an akhir, masih tinggal bersama orang tua, dan memiliki beberapa tanggung jawab keuangan kepada keluarga. Saya juga tidak memiliki kredit berkala seperti KPR, KPA, atau KTA. Sebagai tambahan, selama hampir 6 bulan tidak bekerja, income saya banyak didapat dari pekerjaan lepas dan pemasukan bisnis saya di Kawung Living.

Walaupun tidak tetap dan jumlahnya berkurang drastis, tapi pengeluaran hidup saya juga berkurang drastis. Jadi sampai sekarang, alhamdulillah saya masih bisa-bisa saja bertahan tanpa bantuan finansial dari siapapun. Oh iya, sewaktu saya berhenti bekerja saya juga diberikan pesangon dari perusahaan.

Read more

Starting Small – Tips Meningkatkan Produktivitas untuk Bisnis Sampingan

Di awal memulai Kawung Living, kami memulai dengan semangat dan merasa semuanya terasa menyenangkan. Kegiatan baru, kesibukan baru di sela-sela pekerjaan yang monoton, dan tentu semangat baru. Tapi lama kelamaan ada sedikit rasa lelah karena kami tetap memiliki tanggung jawab kepada pekerjaan kami di kantor dan kamipun ingin bisnis kami bertumbuh besar. Meng-hire orang baru belum merupakan opsi, karena kami belum bisa mengambil resiko sebesar itu dengan pemasukan yang fluktuatif setiap bulannya.

Buat saya yang kebagian handle customer, tentu lebih banyak capeknya mengurusi kemauan orang. Apalagi yang namanya customer itu tidak mengenal yang namanya waktu istirahat makan siang, weekend, atau jam meeting. Belum lagi menghadapi customer yang chat seharian dan bertanya-tanya tapi nggak jadi beli, ataupun ingin design custom tapi super aneh-aneh. Kamipun jadi sering follow akun-akun blacklist di Instagram. Tujuannya sih untuk ketawa-ketawa, hiburan kalau ternyata ada customer yang lebih ajaib dari yang kami hadapi :)) Semuanya pasti butuh waktu, lama kelamaan kitapun mulai belajar kebiasaan customer dan belajar bagaimana meningkatkan produktivitas sebagai pekerja penuh waktu. Berikut ini adalah beberapa tips, pilihan apps atau website yang menurut saya bisa sangat membantu produktivitas dalam mengurus bisnis.

Read more

Starting Small – Label, Packaging & Shipping

Sekarang ini sudah banyak konsumen yang lebih aware atau mementingkan penampilan luar. Kadang packaging barang sendiri bisa jadi penentu kita akan membeli barang itu atau tidak. Saya yakin deh, semenjak maraknya toko online sekarang ini, yang namanya jasa kurir semakin berjaya. Kadang, packaging barang yang lebih wah akan memberi kesan baik kepada brand/toko kita. Packaging juga bisa menjadi suatu hal yang ‘dijual’, misalnya jasa wrapping/bungkus kado dengan tambahan harga yang miring atau bahkan gratis.

Pengalaman saya pribadi, yang namanya label merek dan packaging terkadang luput dari perhitungan kita dalam penentuan harga. Sebenarnya kalau awal-awal nggak masalah sih tapi kalau sudah mulai serius dalam membuat laporan keuangan, sebaiknya memang kita harus mencatat semua rincian pengeluaran.

Read more

Starting Small – Memulai Bisnis dan Membangun Brand

Seiring perkembangan zaman, banyak sekali brand Indonesia dan toko online yang sekarang bermunculan. Misinya banyak sekali, ada yang berusaha mengenalkan potensi SDM & SDA Indonesia ataupun ada yang sekedar mencari penghasilan tambahan. Dari kacamata saya yang masih hobi browsing lowongan kerja, sekarang ini lebih banyak lowongan untuk startup ataupun perusahaan e-commerce dibandingkan established company yang beredar. Lambat laun, perkembangan bisnis bergeser ke era digital yang tentu saja punya nilai plus minusnya sendiri. Banyak yang berhasil dan tidak sedikit pula yang gagal. Buat saya sendiri saya menyebut yang saya kerjakan sebagai small business.

Sekarang ini, tak dapat dipungkiri bahwa sepertinya pendapatan (disertai gaya hidup) dan harga barang-barang semakin tidak berimbang. Sepertinya sulit untuk bertahan jika hanya mengandalkan gaji semata. Salah satu alasan saya dan Liza memulai Kawung Living adalah ingin pemasukan lebih dari sekedar bekerja sebagai pekerja. Seperti yang saya bilang sebelumnya, walaupun sekarang pemasukan kami belum bisa menggantikan gaji tapi dibandingkan instrumen keuangan lainnya seperti deposito, reksadana, dll; saya menganggap mempunyai bisnis kemungkinan return-nya lebih besar dalam waktu yang lumayan singkat. Saya garis bawahi kata kemungkinan, karena ada istilah high risk, high return. Ada kemungkinan berhasil dan gagal yang besar.

Read more

Starting Small Series

Kalau dipikir-pikir, sudah hampir 2 tahun lamanya saya dan Liza menjalankan Kawung Living. Kalau ditanya apakah sudah balik modal apa belum, sebenarnya jawabannya masih ragu-ragu. Kalau ditanya apakah keuntungannya sudah bisa menggantikan gaji apa tidak, jawabannya masih jauuuh :)) Seperti post yang pernah kami tulis tahun kemarin di journal Kawung Living, perkembangan brand kami kalah jauh dibanding brand sejenis yang mulai di waktu yang sama. Tapi buat saya pribadi, menjalankan bisnis ini masih suatu hal yang menyenangkan.

Read more