//January 29, 2008//
Temen saya pernah bilang, kalo udah umur 20, seseorang bakal kehilangan mimpinya dan menjadi sesuatu yang dipercaya orang ‘dewasa’. Banyak yang bilang, being 20 is something hard. Kalo buat saya sih, rasanya biasa aja. Yah, sama aja seperti ketika saya umur 8, umur 12, atau umur 17. Nggak ada bedanya. Persetanlah yang bilang ‘harus jadi dewasa karena umur udah kepala 2’. Tentang kehilangan mimpi, semua orang pasti pernah mengalaminya. Saya selalu bangun di pagi hari, takut bahwa hati saya berhenti bicara pada saya tentang mimpi-mimpi itu. Mimpi yang selalu menemani saya berjalan setiap saat. Ada saat di mana suara itu semakin samar, dimana suara itu hampir menghilang. Tapi, saya bersyukur ia masih ada.
Dunia orang dewasa itu, kelihatannya muram, samar, cuma ada hitam dan putih, juga apa yang mereka percaya abu-abu. Aah, bukan saya bangetlah. Dunia saya, harus ada warna kuning, oranye, merah, pokoknya semua warna yang bisa ada di dunia. Dunia saya dunia pelangi. Dan saya nggak bakal mau jadi orang dewasa kalau apa yang disebut dunia dewasa adalah dunia tanpa mimpi. Terdengar kekanak-kanakan? Saya nggak peduli. Saya memegang mimpi ini dari SD, dan saya tolol kalau berani membuangnya. Karena mimpi ini membuat saya berdiri di sini sekarang, dan saya percaya asas tolong menolong. Kalo mau ditolong, tolonglah orang lain. Mimpi saya terus menolong saya untuk tetap berdiri. Sekarang, giliran saya menolong mimpi saya untuk terlahir ke dunia.
Ketakutan. Manusia memang punya banyak kelemahan. Semuanya bisa menjadi pemicu keputusasaan. Ada yang bilang, ideallah selama kamu masih bisa ideal. Semoga, saya masih bisa terus begini. Because it feels too good to become a dreamer.