Keliling Jepang – Terserap di Yokohama, Kobe & Takarazuka

Ini cerita tentang kota-kota yang romantis dan menyesap hati. Taman-taman kota, pantai, jam besar dan kincir berputar. Kapal-kapal dan hujan musim gugur, kemudian daun-daun yang menguning. Makanan laut yang tidak berhenti disaji, jalan setapak, dan patung-patung bisu. Jalur bunga dan Tetsuwan Atom. Juga cerita-cerita yang lebih bermakna tanpa mata di belakang lensa.

Kota-kota di bawah ini adalah kota-kota yang sempat saya kunjungi tapi minim dokumentasi. Karena keterbatasan kamera saya waktu itu, ada hampir puluhan foto yang sempat terhapus dari memory kamera saya—termasuk foto-foto selama di Yokohama dan Fushimi Inari di Kyoto. Sedangkan Takarazuka dan Kobe adalah kota yang timing-nya pas sekali dengan habisnya batre kamera saya karena beberapa hari menginap di bis malam dan mendapat bis yang tidak ada tempat menge-charge. Akhirnya beberapa saya foto menggunakan hp yang kualitas kameranya (di bawah) standar yang batrenya juga hampir habis, haha. Sedih sih, tapi memorinya tetap terkenang kok :) Foto-foto di bawah ini adalah sedikit dari yang bisa terselamatkan.

Yokohama adalah kota kedua yang saya datangi di Jepang, karena saya memang berencana menginap di apartemen Mutia yang waktu itu sedang ditugaskan kerja di sana. Total 3 malam (sebelum dan sesudah berangkat ke daerah Kansai & Kyushu) saya menginap di apartemen beliau, hal yang merupakan poin penting pendukung finansial saya selama bertahan di sana waktu itu :))

Yokohama

Yang terkenang dari Yokohama adalah pertabrakan kultur yang sangat nyata. Yokohama adalah pelabuhan pertama yang membuka jalan untuk terwujudnya restorasi Meiji di tahun 1800-an. Kotanya sendiri tenang dan romantis, angin sepoi-sepoi dan langit biru. Juga tikar piknik dan bekal makan siang. Menurut saya, cukup sehari untuk mengitari kota ini. Banyak taman-taman kota yang ramai dan penuh pengujung, banyak band jalanan yang bernyanyi jazz, juga mall-mall besar yang sangat menyilaukan.

Kedatangan saya di bulan Oktober dibarengi dengan adanya OktoberFest, event ini mengikuti festival bir yang juga mempunyai nama OktoberFest yang dilaksanakan di Jerman. Saya juga sempat melewati festival lain yang menjual makanan-makanan khas maupun kerajinan dari berbagai negara. Di stand Indonesia, dijual aksesoris dan pernak-pernak dari Bali :3

Tsubasa Stadium yang dipakai sebagai tempat latihan/pertandingan futsal sungguhan. Iya, Captain Tsubasa yang itu. Konon di daerah Tokyo juga ada stadium yang bernama sama.

 Takarazuka

Satu-satunya alasan saya mendatangi kota ini adalah sebuah tempat bernama Tezuka Osamu Museum. Museum ini cukup kecil dan tidak sampai sejam kamu pasti sudah selesai mengelilinginya. Beberapa perjalanan hidup ataupun informasi tentang beliau kebanyakan disajikan dalam bahasa Jepang, sehingga saya cuma bisa bertumpu pada pamflet dalam bahasa Inggris yang dibagikan di depan.

Ada pemutaran film original berjudul Butchy in the City yang diputar dalam jam-jam tertentu. Tanpa diragukan, film tanpa dialog ini (lagi-lagi) sukses membuat saya berlinang air mata. Film ini dibuat oleh Tezuka Makoto yang merupakan anak dari sang Dewa Manga yang juga bekerja sama dengan Urusawa Naoki dalam pembuatan Pluto (komik adaptasi yang terinspirasi dari Astro Boy/Tetsuwan Atom). Tezuka Osamu punya api khusus yang mampu membakar perasaan dan menyentuh sisi-sisi terdalam perasaan manusia dan film ini sukses meramu semua hal itu. Memasuki ruang-ruang di museum ini seakan mengingatkan kembali akan banyaknya alasan kenapa Tezuka Osamu menyandang nama sang Dewa Manga, kenapa perasaan-perasaan yang paling membahagikan di dunia merupakan hal-hal paling sederhana.

Jalan setapak di depan museum yang memperlihatkan cap tangan dan kaki para karakter ciptaan Tezuka Osamu. Ada yang bisa tebak yang kanan bawah? ;)

Interior dalam ruangan yang indah. Bagian atap teater (yang tidak sempat saya foto) adalah gambar galaksi bintang dengan tokoh-tokoh ciptaan Tezuka Osamu yang sangat menggetarkan hati :’)

Saya juga mendapatkan bonus pameran Neon Genesis Evangelion di lantai 2. Ruang pameran lantai 2 ini memang bukan ruang eksibisi permanen dan berganti-ganti untuk beberapa periode tertentu. Ada set miniatur kota yang diberikan penanda lampu kelap kelip beserta event-event penting yang terjadi di sepanjang cerita. Merchandise pamerannya benar-benar bikin ngiler tapi sayang benar-benar di luar budget saya waktu itu.

Takarazuka sendiri dikenal dengan teaternya Takarazuka Revue yang terletak tidak jauh dari museum ini. Saya sempat mengunjungi bagian depan teater karena sampai terlalu pagi ke museum. Ketika saya sampai di sana, beberapa artis teater baru saja sampai untuk memulai latihan, suasana langsung memanas. Banyak fotografer yang dengan antusias memotret mereka. Sayang tiket teaternya sulit didapat dan dibanderol lumayan mahal. Keseluruhan kotanya cantik dan mempunyai aura yang unik, banyak patung-patung yang ada di sepanjang jarang dan toilet stasiun pun disulap bergaya klasik dengan pola bunga berwarna emas yang identik dengan teater Takarazuka.

Beberapa sudut Takarazuka

Kobe

Sama seperti Yokohama, Kobe adalah kota pelabuhan yang romantis. Di kota ini semua benda elektronik saya benar-benar habis batre. Saya sempat mengunjungi beberapa tempat wisata yang kebanyakan berpusat di pelabuhan Kobe juga menikmati all you can eat seafood di Fisherman’s Market (terletak di mall bernama Mosaic, di Kobe Harborland) yang merupakan rekomendasi-nya Bintang. Untuk harga all you can eat-nya bervariasi sesuai waktu kedatangan sekitar 2000 – 3000 yen, semakin malam harganya semakin mahal dan ada juga harga khusus untuk pelajar. Harganya memang agak mahal untuk para budget traveler, tapi saya penggemar seafood and it is totally worth it! Tips dari saya, kalau ingin memesan menu all you can eat, jangan memesan drink bar-nya juga (di-charge tambahan) karena ada tap air putih gratis yang tersedia di sana.

Kota-kota kecil macam Takarazuka ataupun Kawagoe memang punya kehangatan sendiri jadi jangan ragu untuk mengikuti kata hati dan berangkat ke tempat yang memang benar-benar ingin kamu kunjungi. Jadi sekali lagi saya bilang, sayang kalau kita hanya sekedar mengikuti buku panduan wisata selama di Jepang :)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.