Tentang Menikah dan Cerita-Cerita yang Tidak Kunjung Selesai

Ketika saya menulis ini, saya belum menikah dan saya belum punya rencana untuk mengadakan pernikahan. Di sekitaran lingkup umur saya dan teman-teman (25 tahun ke atas), adalah hal yang wajar untuk melangsungkan pernikahan. Umumnya banyak yang beralasan karena “sudah cukup umur”, “orang tua udah tua, pengen nimang cucu”, “kebelet kawin”, “udah dilamar, gimana dong?”. Dan tentu saja untuk alasan-alasan lain yang tidak perlu saya pertanyakan atau ketahui. Undangan dan seragam nikahanpun mulai menjadi hal wajar ketika weekend menjelang. Hari yang harusnya bahagia bagi kedua mempelai tiba-tiba menjadi beban bagi sebagian orang. Ada yang bilang, berat rasanya untuk mendengar pertanyaan “kapan menyusul?” yang tidak pernah berakhir. Atau ada yang menjadi cynical melihat biaya-biaya atau tradisi 500+ undangan, atau acara yang “tidak sebenar-benarnya” dimiliki oleh kedua mempelai. Ataupun bagaimana orang-orang membanggakan status pernikahan atau bagaimana mereka merayakan hari pernikahan (ataupun tempat liburan/honeymoon-nya, ffuuuu).

Tapi saya mau bilang: THE HELL I CARE ABOUT THAT STUFFS :))

4/5 hidup saya dihabiskan dengan anggapan bahwa selamanya saya tidak akan pernah menikah (anaknya free spirit, dong!), saya mau ke Afrika membangun rumah kayu di pinggir danau dan menjadi volunteer di rumah sakit dan sekolah terdekat :3

Saya juga bukan orang yang excited tentang printilan-printilan pernikahan. Satu-satunya yang pernah terpikir di dalam sepanjang hidup saya tentang resepsi pernikahan adalah: band yang tampil di nikahan saya harus bisa nyanyi lagu The Beatles, Oasis, Weezer, Arctic Monkeys, dan Sheila on 7 versi akustik (bisa ska ala Save Ferris juga merupakan nilai tambah) :)) Kalau nggak bisa, mending muter CD aja deh.

Entah mengapa saya kadang termasuk yang jadi sinis, kesel aja tiba-tiba kalau ada yang ngomongin secara terus menerus dan rutin (yaelah, ngomongin nikahan lagi nih?). Padahal, sebenarnya lebih baik mendoakan dibandingkan jadi bahan pelampiasan kekesalan :( Tapi ya udah sih. No plan, no fuss, no worries. Hidup adalah penderitaannya masing-masing. Ceritanya masing-masing. Saya bebas menuliskan konflik dan arch chapter-chapter cerita saya. Cita-cita saya soal bermanfaat demi umat manusia tidak ada hubungannya dengan daftar katering yang dibagi di blog tips nikahan atau kebaya yang jahit di Bu xxx yang katanya lebih murah 300.000.

Menurut saya, menikah/tidak menikah bukan soal prestasi atau kebanggaan, tapi mencari ketenangannya masing-masing. Menuliskan chapternya masing-masing. Menikah itu bukan tujuan akhir, bukan juga penghambat akhir tujuan. Kalau mau, yaa nikah, kalau belum ketemu pasangannya dan belum mau menikah, yaa santai. Masih ada orang tua dan keluarga untuk diurus, masih ada jutaan orang di dunia yang menanti revolusi dari kamu. Jangan menggembar gemborkan secara berlebihan dan jangan mengemis-ngemis seakan menikah adalah satu-satunya cara agar kamu bisa bertahan hidup di dunia ini. Paling keselnya sih yang sok sok share dan akhirnya malah “menggurui”. Tentang bagaimana sebaiknya kita secepatnya menikah atau suka duka menikah, dll, dst. Kalau sekedar share yaa masih senenglah dengerinnya, namanya orang bahagia pastinya ikut bahagialah. Saya juga kadang suka baca blog temen seputar review Vendor pernikahan (wow, ternyata di dunia ini ada Vendor lain selain Vendor Control Valve dan Transmitter). Tapi kalau udah mulai “ajakan-ajakan yang tajam” untuk mengikuti jejak beliau, mundur 3 langkah.

Ada batasan-batasan yang sebaiknya tidak dilanggar dalam hidup. Termasuk di antaranya pilihan-pilihan hidup. Mungkin jalannya si A adalah menikah di usia muda, mungkin jalannya si B kalau menikah muda nanti malah luluh lantak. To be fair, ada juga kok yang makin sukses, makin berkah, makin makmur setelah menikah. Ada juga yang belum/tidak menikah tapi merasakan hal yang sama. Yang penting menurut saya adalah bahagia dengan pilihan-pilihan sendiri. Tidak ada gunanya mencari kebahagiaan lewat pernikahan kalau kita belum paham bahwa bahagia selalu datang dari diri sendiri.

Berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan dunia, tujuan, dan draft-draft chapter cerita kamu mungkin adalah langkah awal yang baik. Setelahnya, ayo susun rencana kita menguasai dunia ❤

And for all the lovers beneath the earth,the sky, or the galactic, here is one for you. Don’t just fall in love with a person. Fall to the sunlight between the windows. Fall to the green grass somewhere between the globe. Fall to the comet you’ve never heard of. Just fall for all things you’ll find in life. As many as possible.

One thought on “Tentang Menikah dan Cerita-Cerita yang Tidak Kunjung Selesai

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.