Jum’at kemarin adalah hari terakhir saya bekerja freelance kantoran selama sebulan ke belakang. Karena pembangunan beberapa ruas jalan yang dilakukan bersamaan, sudah nggak aneh kalau waktu tempuh perjalanan jadi agak lebih lama dari biasanya. Nggak jarang saya mencari bacaan di internet saat waktu macet di bis. Tirto.id adalah salah satu alternatif bacaan saya. Awal perkenalan saya dengan Tirto adalah karena Zen RS menjadi salah satu editor di sana, haha. Tirto sendiri banyak mengulas isu berita terkini yang dikaitkan dengan kejadian serupa dalam sejarah dan kultur di masyarakat. Salah satunya tentang isu curhat mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kemudian dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan mantan presiden lain di seluruh dunia yang pernah menjabat.
Di zaman serba cepat seperti sekarang, batas antara berita dan informasi yang layak atau tidak layak dikonsumsi semakin sulit ditemukan. Pemerintah dan media, digawangi Kementerian Komunikasi dan Informasi sampai menyelenggarakan Kampanye Anti Hoax di awal tahun ini. Koran Republika mencetak berita hoax di antara kolom-kolom berita aslinya dan hanya menuliskan keterangan bahwa berita tersebut tidak benar di akhir artikel.
Beberapa waktu yang lalu, sempat beredar pemberitaan tentang remaja Macedonia yang mendapat hampir $16.000 dari pembuatan berita palsu selama Pemilu US. Ketika pertama kali membaca beritanya saya beranggapan bahwa kalau kita sudah tidak lagi mengingat Tuhan sepertinya pekerjaan ini sungguh menjanjikan. Dream comes true, bulan lalu kelompok bernama Saracen terungkap sebagai salah satu jaringan penghasil konten berita hoax. So, be careful the next time you want to click something, maybe you just made someone really really richer.
Tapi, apakah masalah kita hanya berhenti di berita palsu saja?