Cerita Para Pengguna Jalan

[dropcap]A[/dropcap]wal tahun 2015 ini, masyarakat di kota besar cukup gempar dengan kehadiran Gojek. Walaupun sudah beroperasi dari tahun 2011, keberadaan apps Gojek di handphone menurut saya merupakan turning point dari kepopuleran Gojek. Seperti biasa, masyarakat Indonesia sering sekali latah. Keberadaan transportasi berbasis apps menggunakan armada ojek ini kemudian mulai menyebar seperti virus. Muncullah ojek-ojek lain, seperti BluJek, Taxi Ojek, LadyJek, dll, dst. Tapi dua raksasa penguasa bisnis ini tetap Gojek dan Grabbike.

Sebenarnya saya tidak terlalu suka kendaraan bernama motor dan dulu berkeinginan untuk menciptakan game berjudul Smash The Motorcycle!, dimana misi saya adalah menghancurkan motor sebanyak-banyaknya dengan palu dan special stage-nya menghancurkan motor memakai bulldozer :))))

Don’t get me wrong, saya tidak anti dengan line business ini. Saya sendiri sering menggunakan service Gojek terutama GoSend dan GoFood (semasa masih promo). Terus terang saja, saya jarang keluar rumah di waktu weekend dan karena keperluan pengiriman barang dari Kawung Living, keberadaan Gojek ini sangat membantu saya untuk pengantaran dalam kota. Fasilitas Gojek sendiri adalah yang paling jarang saya pakai (karena jarak rumah kantor hampir 20 km, jadi kemungkinan driver yang mengambil pesanan saya hampir tidak ada, haha). Untuk transportasi jarak dekat yang tidak ada akses, saya juga masih sering memakai ojek pangkalan.

Menurut saya, Gojek adalah perusahaan yang baik, mampu melihat peluang dengan baik, dan bermisi baik untuk meningkatkan taraf hidup banyak orang. Keberadaan GoMassage, GoMart, GoBox, dan banyak cabang bisnis Gojek lainnya memperlihatkan kepiawaian Gojek dalam melakukan diversifikasi bisnis. Membuat standar harga dan menghubungkan banyak penyedia jasa ke konsumen adalah dua poin penting yang ingin diusung Gojek. Tapi dari semua itu, saya cenderung tidak ingin Gojek maju di bagian transportasi dalam kota Jakarta (haha, spesifik ya?).

Saya sendiri memang lebih memilih menggunakan transportasi publik macam TransJakarta atau angkot daripada ojek. Salah satu alasan utama saya adalah mengurangi emisi (ceilee) dan saya mau percaya dengan transportasi umum. Ketika Gojek disebut sebagai alternatif transporstasi ibukota, saya sedikit sangsi. Karena pada dasarnya, saya tidak ingin pemerintah daerah, operator transportasi umum, maupun Organda terlena karena keluhan masyarakat terhadap transportasi umum berkurang karena adanya alternatif ini.

[divider type=”dashed” color=”red” width=”85%”] Read more

Being 28

If every country has a character, then Macau is confused, Singapore is a hustler, and Cambodia is mistreated.

The journey between Cambodian border and Phnom Penh was a quiet one. The view varies from large paddy fields, series of casinos, damaged buildings, and rickety houses. I should have expected this kind of scenery. A truck fully loads with some workers standing up. A school with hundred children on their bicycle. A child swam on a small pond near the paddy fields. A lot of empty lands written For Sell (means For Sale). A motorcycle with 3 passengers. Then, it repeated.

As the day got darker and our bus got out from Svay Rieng, we were greeted by a heavy rain. We still passed over trucks with some workers standing up, which now put up a large tarp to cover themselves from the rain. The other passengers were asleep and the bus officers didn’t talk much with each other. I couldn’t take my eyes off of the street. The scenery which involved dimmed light from few street lamps or small houses and occasional lights from other vehicle was one of the most memorable things I had from the journey itself.

I just turned 28 and maybe that’s one of the reasons I got into this trip in the first place. Every October, I get a habit to reward myself with a new trip. Signifying new chapter of life. Japan, Hong Kong, Bali, then Cambodia. October is considered as low season and for four seasons countries, I always thought Fall is the prettiest.

What I experienced on the journey was bigger than self-awareness. Things bigger than yourself, bigger than 7.3 billion people who walk the earth. About how narrow the perspective I had throughout the year. On October 16th I was sure I want to post something like this on my social media:

Cobain, Winehouse, Joplin, I might be not as rich as you are, not as famous as you are, not as half talented as you are, but I live longer than any of you.

But I didn’t.

I want a proof that I’m capable of controlling unnecessary things in my life and focusing on the important one. Buying too many sugar products or keep changing my Facebook status aren’t one of them.

The street got darker and the light was dimmer. There weren’t many vehicles besides us and the street got bumpier. There was a lot of thought passed towards me that day. I’m sure one of that was watching Back to The Future trilogy once I got home. It was a few days after Back to The Future day and I’ve been watching Marty and Doc crashed on Jimmy Kimmel’s show with Wi-Fi on the bus.

We stopped at a gas station for a 15 minutes rest and I didn’t move an inch from my seat. Maybe I just wanted to watch every interaction happened. The bus wasn’t crowded that day, either the gas station. Seeing people slowly got off and on the bus, I saw many things. A French woman held hand with a British guy, a Philippines mom going on a vacation with her daughter, an old couple traveling with a friend. Many coincidences scramble, creating different chemistry, creating constant excitement.

We continued our trip, it’s been more than 7 hours since we left Ho Chi Minh. When we passed through a large bridge on an enormous river, we knew we’ve reached Phnom Penh. The neon light installations and the Ferris wheel. The street-food stalls lined up and some people were chatted on benches beside the river. Other passengers have woken up after our last stop and now everyone glued to the windows. Feeling excited seeing life outside. Wanted to feel the warmth offered under the moonlight. Our ride stopped there and another adventure awaited us.

Like life itself.

Twenty-eight years is quite a long way. Let’s live a healthier and more meaningful life after this.

Language of The Future

Tadi pagi, saya melihat post Instagram salah satu teman saya Sheyka yang saya kenal di LFM sewaktu kuliah. Sheyka sangat passion di bidang konservasi mamalia laut dan baru-baru ini mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di UK. Selama berada di sana, Sheyka cukup rajin menge-post pengalamannya dan hari ini ia bercerita tentang pengalamannya selama mendapat kesempatan belajar melalui program CodeFirst: Girls. Inisiatif yang memberikan pendidikan coding/pemrograman gratis kepada perempuan  dalam misinya mengajak lebih banyak perempuan untuk mendalami dunia teknologi.

Di luar negeri memang banyak inisiatif serupa, apalagi jika menyangkut ke coding for girls. Sepertinya dunia luar semakin gencar untuk menggeser paradigma dunia teknologi cuma untuk golongan laki-laki. Beberapa perusahaan teknologi juga semakin didesak untuk makin memperbanyak diversity di sumber daya manusia-nya. Website Made with Code yang diinisiasi Google adalah contoh super seru yang menunjukkan apa saja yang bisa kamu perbuat dengan barisan code.

LED-dress-1

LED Dress FTW!

Saya juga pernah menulis tentang wanita-wanita super keren yang menyelamatkan dunia lewat coding seperti Amy Wibowo atau Linda Liukas di post ini. Saya sempat browsing tentang inisiatif sejenis di Indonesia, yang menurut saya paling mendekati mungkin idGeekGirls. Sewaktu datang ke Ideafest kemarin, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf juga menyatakan ketertarikannya untuk membuat program Coding Mom. Sebuah program yang berupaya memberikan kesempatan kepada ibu-ibu rumah tangga untuk belajar beberapa bahasa pemrograman dan memiliki penghasilan tambahan dengan bekerja di rumah. Kalau menurut saya, idenya bagus sih tapi terkadang program kementerian semacam ini, tidak punya lanjutannya. Setelah diajarkan, lalu apa? Walau demand-nya besar, apakah dengan basic coding saja sudah bisa bersaing? Tapi saya sendiri mau optimis tentang ini. Semakin banyak hal yang dilakukan dan pengetahuan yang dibagi, saya percaya ripple impact-nya pasti semakin besar.

Kembali ke cerita Sheyka, saya cukup iri sih dengan beliau yang bisa mendapat kesempatan belajar coding gratis semacam itu. Di Jakarta, harga untuk belajar basic coding semacam HTML, CSS & Javascript berkisar sekitar 3 – 10 juta per bulan. Stress nggak? Saya sih iya :)) Akhirnya sayapun kembali ke slogan “LET’S WELCOME THE INTERNET“. Belajar self learning di internet sebenarnya gampang gampang susah. Gampang karena aksesnya mudah dan cost-nya hampir nol, susah karena kalau frustasi tiba-tiba nggak tau tempat bertanya, atau tiba-tiba malas (itu saya aja sih sebenarnya, apa yang lain juga?).

Sebenarnya sudah lumayan lama saya tertarik dengan pemrograman web (walaupun hanya terbatas di combo HTML + CSS + JavaScript) dan sepertinya pernah menceritakannya di sini. Sewaktu SPMB sendiri saya mengisi jurusan Informatika di pilihan 1. Walaupun akhirnya masuk di pilihan 2 yaitu Teknik Fisika, saya benar-benar bersyukur bisa menjalani kehidupan seperti sekarang. Sepertinya sih Tuhan paham benar kenapa saya belum boleh masuk Informatika. Sewaktu kuliah di Teknik Fisika, sebenarnya ada juga kuliah pemrograman dan anehnya saya malah tidak terlalu tertarik :))

Tengah tahun kemarin, teman saya Ali menanyakan tentang undangan digital untuk pernikahannya, ia akhirnya membuatnya di salah satu platform undangan digital dengan sesuatu biaya. Karena penasaran, saya cek beberapa platform serupa dan ternyata harganya sama-sama tidak masuk akal. Padahal menurut saya, pembuatannya cukup mudah dan mungkin cuma membutuhkan beberapa jam saja.

Bermula dari penasaran tersebut, akhirnya selama bulan puasa kemarin saya giat-giatnya kembali mempelajari HTML & CSS. Tapi sewaktu kembali masuk kerja dengan jam normal, semakin sulit menyeimbangkan diri untuk tetap belajar :( Seru sih, pengetahuan yang saya kenal sewaktu pertama kali belajar di masa SMP dan SMA, sudah jauh berbeda dengan teknologi masa kini. Zaman dulu kalau me-layout website harus banget pake Table, sekarang ada sistem Grid. Semakin banyak pula framework-framework yang mempermudah kehidupan seperti Bootstrap dan Foundation. Berhubung Bootstrap 4 Alpha sudah keluar, Foundation 6 sudah mau keluar, dan saya cukup percaya coding is the language of the future, saya menyarankan untuk kamu mulai belajar coding atau programming. Berikut rekomendasi singkat saya tentang beberapa opsi untuk kamu yang mau mencoba belajar dari nol.

Free Online Resources

codecademy

Setelah mencoba beberapa platform, menurut saya Codecademy adalah yang paling mudah untuk digunakan. Codecademy menyediakan code editor online dan tutorial yang mudah dimengerti untuk yang buta sama sekali dengan programming. Untuk resources tentang command-command dasar, bisa ke W3Schools. Website ini super bangetlah, dari pertama kali saya belajar HTML, baca-bacanya di sini. Fast forward to almost 13 years later, W3Schools masih menjadi acuan untuk belajar, dong! Amazed.

Untuk browser, saya super menyarankan Google Chrome, karena ada fitur keren yaitu inspect element. Coba block dan klik kanan di tulisan ini, lalu klik Inspect Element. Tadaa~ Chrome menampilkan langsung code source HTML, beserta CSS, dan bahkan ukuran margin, border, padding yang dipakai. Kamu juga bisa melakukan live edit di layar browser tersebut tanpa mengubah apapun di file aslinya. Zaman dulu sih, saya cuma bisa Tools > View Source dan mencoba-coba bagian mana yang bekerja di sebelah mana :)) Makin jatuh cinta nggak sih sama teknologi?

Untuk code editor, dulu sih waktu pertama kali belajar, saya pakai Notepad lalu ada lagi Notepad++ yang lebih user friendly. Tapi baru-baru ini saya mencoba Sublime Text. Kelebihannya mungkin lebih mudah dalam melakukan review dan rasanya seperti punya spellchecker di HP. Keren deh.

Online Class

Kalau kamu punya dana lebih, bisa juga mencoba belajar di online class berbayar. Udemy koleksinya lumayan banyak, tapi harga kelas yang paling populer sekitar 99 – 199 USD (hahaha). Saya pernah ikut di beberapa kelas gratisnya, tapi menurut saya agak sulit dipahami. Kalau mau mencoba sih, Udemy sepertinya sedang ada program diskon 10 USD untuk semua kelasnya.

Kata orang sih kalau programming, Treehouse yang paling comprehensive. Belum pernah sempat coba sih, tapi iklan YouTube-nya cukup mengundang dan tampilan website Treehouse terlihat minimalist dan sleek, haha.

skillshare-classes-recommendation-6

Skillshare koleksinya lumayan, rekomendasi saya mungkin bisa ke Create a Portfolio Site with HTML, CSS & Bootstrap dengan Sandy Ludosky atau Introduction to HTML: Build a Portfolio Website dengan Jenn Lukas. Dua kelas itu yang menurut saya lumayan bisa dipahami untuk pemula. Oh iya, Skillshare sedang ada program diskon, harga Premium Membership-nya menjadi 0,99 USD untuk 3 bulan (katanya waktu checkout, pakai kode NU99T). Bayangkan, dengan uang di bawah 15.000 bisa belajar apapun selama 3 bulan. Sedih sih kenapa nggak ada program ini dari dulu :(

allisonhouse-html-and-css-class-brit-and-co

Sejauh ini, online class yang menurut saya paling mudah dipahami adalah kelas Coding 101 – Intro to HTML CSS Class dengan Allison House di situs Brit+Co. Karena saya super suka browsing, mengisi polling dan survey online, rajin ikut newsletter, selama ini saya sering sekali dapat gratisan di Internet. Kebetulan waktu itu saya akhirnya mendapatkan kelas ini hampir gratis (rejeki anak soleh). Kalau kamu memutuskan untuk membeli kelas ini, harganya 19,9 USD dan videonya diputar di Vimeo (yang diblok oleh Internet Sehat, lalala~), jadi pastikan dulu untuk memasang proxy untuk bisa menontonnya.

(PS: Allison House ini langsung jadi idola saya. Website-nya punya nama domain terkeren http://allison.house. Terus halaman 404-nya keren. User Twitternya juga @house dong, the best banget!)

Code Ramp GEPI

Sebelumnya saya pernah cerita tentang GEPI di sini. GEPI membuka kelas coding basic yang biayanya sekitar 3 juta untuk umum dan 2,75 juta untuk pelajar. Waktu belajarnya 3 jam, 5x seminggu, selama 1 bulan. Setahu saya, ini biaya yang cukup murah dibandingkan kelas Coding lainnya di sekitaran Jakarta. Baru-baru ini, GEPI juga membuka kelas untuk pekerja yang waktu belajarnya disesuaikan ke waktu pulang kerja. Kalau kamu lebih suka belajar dengan instruktur yang nyata adanya, bisa mencoba daftar di kelas ini.

Menurut saya, combo kemampuan Excel, Photoshop, dan HTML adalah tiket kamu untuk menguasai dunia :))

Kalau susah atau tidaknya dipelajari, pasti ada bagian susahnya tapi bukan berarti kamu tidak bisa atau terlambat untuk belajar. Menurut saya, bahasa pemrograman web berbasis HTML, CSS, dan Javascript adalah yang paling mudah dipelajari. Saya yakin sedikit banyak, belajar coding pasti akan membantu kehidupan kamu nantinya. Mulai dari hal kecil seperti membuat web brand identitas diri, membuat portfolio, merancang newsletter untuk marketing, customize template layout dari WordPress, dll. Saya sendiri entah kenapa tiba-tiba menuliskan “Initiate a Coding Workshop for Mom or Girls” di bucket life saya ;) Tapi karena belum jago-jago banget, untuk sementara ini, saya masih harus belajar lebih banyak.

Some say code is like a poetry, so write up your first line of code and let’s make something beautiful.

PS: Salah satu project yang ada di website Made with Code adalah membuat pattern nyala lampu LED di sebuah dress.

LED-dress-2

(image from here)

Boom! The Crated dan designer Zac Posen mewujudkan LED Dress tersebut di New York Fashion Week bulan September lalu (modelnya Coco Rocha dong). Para anak perempuan yang terlibat  dalam pembuatan pattern di website Made with Code juga berkesempatan datang dan melihat bagaimana kreasi mereka akan membentuk dunia fashion di masa depan :’) Maddy Maxey pendiri The Crated adalah salah satu mentor Made with Code yang masih berumur 22 tahun! Major crush! 

It is true that technology can either make you or break you. When you give something as simple and as complex as technology, all you need is the right direction. If you give your children a new gadget and stuff, while all you do with the same technology is doing useless stuffs in the internet, sure your children will copy the same trait. But if you can show them what kind of future they can shape and how they are capable of doing, I always believe, sooner or later this world would surely be a better place. Cheers to the future.

Updated with Sheyka’s blog link and read her very own experience coding :’)

We Are Always At War

We live in a strange world, with confusing problems and ambiguous words. Where we hate everybody and everybody hate us. We are always at war. Mostly with ourselves, occasionally with people in different religion and country. We are always at war and we love to play victim. Whether we are at upper side or opposition, we always longed to be the victim.

You must see with eyes unclouded by hate. See the good in that which is evil, and the evil in that which is good. Pledge yourself to neither side, but vow instead to preserve the balance that exists between the two.

Hayao Miyazaki

I love this country called Indonesia and the messiness it holds within. The beauty of diversity. Sure we are always at war, long before this land found its name. We fought with each other and everybody said that we deserved a little bit of everything.

The founder of this nation believes that what will make us a great country is not the land, nor its landscapes. It is not the resources, nor the sea. It is the people. Bhinneka Tunggal Ika is our nation slogan and it doesn’t say anything about our land. For many years, it is always about the people.

But this great power called people is also the one who lead us to doom. The first great war I’ve experienced is on 1998. I still don’t get it until know the root cause of it all. What makes us believe we are greater than anybody else? What makes us think that we deserve more when we give so little? There are many wars after that, in the land that I’ve never stepped on, and in the land I knew so well. But the closest it gets to me is the 2014 Election. I saw people started a war amongst themselves. I don’t know whether it is something buried down within, or someone just get really mad about everything. But one thing indeed, we are still at war.

I went to the West and saw Islam, but no Muslims; I got back to the East and saw Muslims, but not Islam.

Muhammad Abduh

Maybe I’m not that good of understanding Islam, like any of you. But not any bit of Islam that I know and dearly love, tell me about hating nor vengeance. But people love to play victim and suddenly having a religion becomes a reason to start a war.

We live in a country where we were betrayed by many people. It’s hurt a lot more when people who considered as a religious person does not reflected the same trait in his/her social behavior. It’s madhouse and it hurts too much. There were a time that I hate a lot of people, a figure, a political party, a political party based on religion, people, in general. But if I can repeat it in my head for its million time, not any bit of Islam that I know and dearly love, tell me about hating nor vengeance. We don’t deserve to be a judge and we already release too much anger.

To live in this kind of world, all you need is a lot of love and patience. It takes time to heal this country and its people. We are never be a great country, if we don’t stop the war. We will never be one, if we are ignoring many perspectives. Trying to understand that no one ever deserve more than any of us.

Tonight, all my prayer goes to all of you. Who is in constant seeking but always be found, who is found but forget to seek. Let’s not feed the evil by our anger and hatred. Let’s give love without expecting something in return. Let’s be human, as good as we can be.

Cermin kebenaran dijatuhkan Tuhan ke dunia dan pecah berkeping-keping. Setiap manusia mengambil satu persatu pecahannya dan menganggap cerminnya memantulkan kebenaran. Pemahaman akan kebenaranpun terpecah belah dan menyempit, karena masing-masing hanya melihat pantulan kecil dari pecahan cermin yang berbeda.

Dollar Empat Belas Ribu, Kamu Bisa Apa?

Saya sengaja menulis judul post ini dengan huruf karena akhir-akhir ini, topik seputar memburuknya perekonomian sedang marak dan pembahasannya selalu menyertakan angka. Biasanya, bermunculan beberapa post dari blog atau artikel yang di-share menyertakan analisis, simplifikasi kejadian, tabel dan grafik (ouch!) dan juga pertanyaan ‘Jadi ini salah siapa?‘ :)) Ada yang menebar kebencian, ada yang heboh 1998 terulang kembali, ada yang share seputar ekonomi dari sudut pandang awam, ada yang share dari sudut pandang ekonom, ada yang share artikel Rhenald Khasali, ada yang share berita Petromindo bahwa mega project sebaiknya diundur (yang kemudian katanya hoax), dll.

Dari semua berita itu, yang paling saya tidak suka tentu saja tentang orang-orang yang bilang 1998 bisa saja terulang lagi. Entah kamu bercanda atau tidak, menurut saya, berbicara tentang 1998 bukan saja tentang perekonomian, ada cerita kelam tentang kemanusiaan di dalamnya. Pesan moralnya sih, selalu hati-hati kalau berbicara soal sejarah. Apa lagi sesuatu yang tidak kamu pahami dengan jelas. The bright side of them all, horeee banyak yang tidak apatis! Negatif ataupun positif berita yang kamu sebar, saya ingin percaya bahwa KAMU PEDULI terhadap Indonesia. Karena itu, saya berikan bunga buat kamu (mohon maaf, bunganya cuma bisa virtual).

Dollar empat belas ribu, lalu sebenarnya kita ini bisa berbuat apa? Kali ini, saya tidak ingin memberikan grafik dan angka untuk kamu. Saya mau memberikan kamu opsi berkegiatan.

Untuk yang hobi jalan-jalan ke luar negeri, mungkin sekarang bukan saat yang tepat untuk membeli tiket. Apalagi kalo tiketnya berawalan atau berakhiran U-S-D, haha! Tunda dulu keinginan kamu untuk melancong ke Eropa atau mungkin Singapura untuk menonton konser atau belanja. Tapi kalau kamu memang anaknya selalu ingin mencari tempat-tempat baru untuk dikunjungi, ayo wisata kereta! Mumpung PT KAI sedang mengadakan promo tiket 70.000 di ulang tahun PT KAI ke-70, tidak ada salahnya mengunjungi kota-kota yang baru kamu dengar namanya saja.

Baru-baru ini saya mengunjungi CIREBON bersama teman saya, Mega. Ada apa di Cirebon? Selain ada teman saya Liza yang merupakan penguasa daerah di sana, ada kota Atlantis!

Haha, nggak deng, ini namanya Taman Sari Sunyaragi. Waktu itu kebetulan mendung dan magis sekali tiba-tiba ada mas-mas berkaos hijau berdiri di karang.

Cirebon juga tempatnya makan enak. Pokoknya check list utama-nya adalah Nasi Jamblang (coba cari Nasi Jamblang Ibu Nur dan Mang Dul), Empal Gentong Mang Darma, Empal Asem Amarta, Nasi Lengko, dll, dst. Kamu juga bisa berkunjung ke daerah batik Trusmi, tempatnya batik cap warna-warni yang pasti nggak cukup beli satu. Atau kalau kamu suka wisata religi, kamu juga bisa mengunjungi makan Sunan Gunung Jati. Ramah di kantong, perut kenyang, mata senang :3

Untuk yang suka belanja barang-barang impor Pre Order di Instagram, mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk membeli… Reksadana Syariah! Haha, gak deng (tapi boleh juga kalau ada yang berminat). Mungkin ini adalah saat buat kamu untuk mengalihkan kebutuhan tersier kamu ke kebutuhan utama kamu. Karena kita belum tahu pasti kapan perekonomian akan membaik, menunda 1-3 bulan keinginan belanja kamu mungkin akan besar dampaknya di bulan-bulan selanjutnya. Kalau kamu memang anaknya susah kalau melihat tagihan kartu kredit yang terlalu sedikit (subhanallah sekali), mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk BELANJA AMAL DAN KEBAIKAN.

KitaBisa.com adalah salah satu platform crowdfunding terbesar di Indonesia. Setelah bulan puasa kemarin, #THRMangSomad berhasil didanai, masih banyak hal baik lainnya yang bisa kamu lakukan. Mungkin di sana, kamu akan menemukan sebuah proyek yang butuh pendanaan dan memiliki keterkaitan dengan jiwa kamu.

logo (1)

Selain itu, kamu bisa juga mengecek GandengTangan.org. Platform ini menghubungkan kamu dengan para wirausaha sosial di luar sana yang membutuhkan pendanaan untuk proyek yang sedang atau akan dijalankan. Perbedaannya adalah dana yang kamu berikan akan diberikan sebagai pinjaman dengan bunga 0% yang suatu saat harus dikembalikan oleh para pengusaha ini. Senior saya, Shana Fatina juga sedang membuat proyek Komodo Water yang bertujuan untuk menyediakan air minum bersih untuk penduduk Pulau Komodo. Kalau kamu kenal dengan Shana atau tertarik untuk mendanai proyek ini, sila berkunjung ke laman donasinya.

Kalau kamu nggak suka jalan-jalan, nggak suka belanja, tapi suka menghabiskan waktu dengan internet, YouTube, sosial media, dll mungkin sekarang saat yang tepat buat kamu untuk BELAJAR. Walaupun nggak nyambung, tapi saya serius :))

Beberapa waktu yang lalu, teman saya Keno baru bilang akan kuliah lagi di MBA ITB. Subhanallah sekali, Khanestyo yang anak Genshiken Fisika Teknik tiba-tiba mau kuliah bisnis. FYI aja, Keno sekarang sudah punya pekerjaan di salah satu BUMN ternama di Bandung dan punya 1 anak yang super lucu. Sewaktu kuliah dulu, Keno mungkin bisa dibilang jiwanya melayang ke Genshinken suatu tempat, sehingga Keno lumayan sering mengulang kelas (maaf ken, buka aib). Sebagai seseorang yang cukup kenal Keno, saya bangga sama Keno :’) Karena jujur saja, menurut saya keinginan kuliah lagi yang dimiliki oleh anak-anak seumuran saya biasanya nggak jauh-jauh dari adanya kesempatan beasiswa, belum adanya tanggungan keluarga, bosan kerja, atau pengen jalan-jalan ke luar negeri (haha, geng sirik strikes back!). Tapi Keno yang sering bertanya kapan waktunya beli reksadana untuk biaya sekolah anak, tiba-tiba menyempatkan kuliah tanpa beasiswa di waktu weekend. Padahal biasanya waktu weekend selalu digunakan Keno untuk bolak balik Bandung-Jakarta-Bandung supaya bisa ketemu anak dan istrinya. Sekarang jadwal Keno di waktu weekend berubah menjadi Kuliah di Bandung-Jakarta-Bandung (subhanallah Keno, semoga berkah).

Ataupun cerita teman saya Faisal yang tiba-tiba bertanya dimana situs belajar gratis di Internet yang kira-kira memuat soal Networkingswitch-switch apaaa gitu katanya :)) Berkat situs semacam Udemy, Faisal bisa mengisi waktu perjalanan di angkot S.15 sembari belajar hal yang berhubungan dengan pekerjaannya (subhanallah Faisal, semoga berkah).

Pesan moralnya, kalo Keno dan Faisal bisa, kamu juga pasti bisa! Saya percaya semua orang seharusnya tidak pernah berhenti belajar dan berkembang. Yang namanya belajar tidak berarti kita harus kuliah S2 lagi kok, karena menurut saya belajar bisa berarti macam-macam, untuk hal sekecil apapun. Bisa sesederhana belajar berenang, belajar menyetir, belajar Bahasa Spanyol di Duolingo, belajar basic coding HTML + CSS di Codecademy, atau bahkan belajar tentang Tipografi di Skillshare. Keberadaan internet membuka banyak kesempatan untuk belajar, selanjutnya, cuma masalah kamu mau atau tidak ;)

Apapun yang akhirnya kamu putuskan untuk lakukan, menurut saya semuanya lebih baik dari sekedar menggerutu ataupun berpasrah diri. Saya percaya kekuatan doa, tapi yang namanya doa harusnya dibarengi dengan usaha yang berkesinambungan. Mengutip kata-kata teman saya Liza, “Jangan males, ah!

Penutupnya, saya cuma bisa bilang kalau kamu masih belum mampu untuk memperbaiki perekonomian dunia untuk saat ini (ha-ha!), setidaknya lakukanlah satu hal yang bisa kamu lakukan dengan benar. Entah itu merawat dan mendidik generasi penerus bangsa nantinya, entah itu membuka lapangan pekerjaan dengan menjadi entrepreneur, entah itu belajar dengan tekun di waktu kuliah, entah itu bekerja dengan baik di kantor masing-masing. Lalalala~ Saya percaya, masing-masing individu punya peran masing-masing di kehidupan ini. Walaupun mungkin sekearang kelihatannya tidak signifikan, usaha kamu berangkat ke kantor di pagi hari, pulang ketika hari sudah gelap sembari memesan Gojek/GrabBike tapi selalu mendapat pesan ‘sorry we cannot find a driver’, terjebak di kemacetan, bekerja sebaik-baiknya, pasti suatu saat akan memutar roda perekonomian (atau mungkin roda nasib). Saya lemparkan banyak semangat kepada manusia-manusia baik di luar sana, selamat berusaha :)

PS: Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman super positif di Grup Whatsapp Fisbang :3 Ali, Faisal, Ferdy, Titis, Keno, Liza, Icon, Sabrina, Panji, semoga selalu berkah berkehidupan~