//May 06, 2010//
Semua anak suka petualangan. Tapi kadang, hanya sedikit yang beruntung mendapatkan petualangan yang diinginkannya. Bagi mereka yang kurang beruntung, merekapun berkhayal. Khayalan itu serupa nyata, karena mereka memikirkan setiap detail akan petualangan khayalan mereka. Bagaimana bentuk jalan yang dilalui, seberapa deras sungai yang dilewati, atau seperti apa warna monster yang akhirnya dikalahkan. Khayalan itu indah, karena mereka bisa membayangkan apapun yang ada, ataupun yang tak pernah ada. Tentang monster, tentang para peri, tentang negeri di suatu tempat yang entah di mana.Untuk yang tidak pernah berkhayal, merugilah mereka. Karena semua itu adalah kenikmatan yang paling murni sebelum mereka mengenal dunia nyata dan semua yang mengharuskan mereka mengubur dalam-dalam indahnya khayalan itu. Tapi apa itu dunia nyata? Apa indahnya dunia tanpa khayalan? Semua barang di dunia diciptakan dengan khayalan. Kedua bersaudara penemu pesawat itu pasti lebih dulu berkhayal tentang bagaimana indahnya langit biru jika kita bisa terbang. Ataupun bagaimana si pemuda penemu lampu yang berkhayal bagaimana jika kita bisa menyimpan indahnya kerlipan bintang yang ada di bumi bila malam hari tiba.Dan kali ini, kisahnya juga terjadi di dunia nyata. Dengan khayalan-khayalan yang telah terwujud dan khayalan-khayalan yang menunggu diwujudkan.
Tulisan di atas adalah paragraf awal dari novel yang saya tulis mungkin 2 tahun yang lalu. Kisahnya tak pernah selesai, tapi saya tak pernah menulis novel baru. Saya suka memulai sesuatu tanpa menyelesaikan yang lama. Memangnya siapa yang tidak? Tapi suatu saat nanti, di kaki pelangi, saya akan menyelesaikan novel ini. Mungkin, Anda akan memberikannya bagi anak-anak Anda karena cerita ini untuk anak-anak.
Memangnya sudah berapa kali saya bilang bahwa saya akan menulis novel untuk anak-anak? Ya, lebih dari lima kali. Kalau suatu saat cerita ini menutup katanya, saya ingin tulisan ini ada di awal buku:
“Untuk semua yang bermimpi pernah menulis cerita untuk anak-anak dari teman-temannya.”