The Day of Blessings

Nggak kerasa sudah lebih dari sebulan, saya berhenti menulis di sini. Bukannya sok sibuk atau tiba-tiba malas menulis, tapi saya nggak tahu mana yang sebaiknya dibagi dan mana yang tidak dibagi di kehidupan saya. Batas privacy di dunia maya memang sudah mengabur, tapi saya masih berusaha untuk bisa menyeimbangkannya.

Akhir bulan Maret kemarin, saya menikah. Berkebalikan dengan fakta bahwa saya hidup di kota besar dan tumbuh dengan film Disney, saya tidak pernah terpikir tentang pernikahan. Kalaupun ada orang-orang yang ingin merayakan pernikahan dengan mengundang teman-teman terdekat saja, saya bukan salah satunya. Mendengar ‘perayaan’ dan ‘pesta’ saja sudah membuat saya tidak nyaman. Sejak lulus kuliah, saya memang lebih banyak menutup diri dan membatasi lingkup pergaulan (bahkan hasil tes kepribadian saya berubah dari extrovert ke introvert sejak 8 tahun ke belakang). Saya memang tidak nyaman berada di keramaian sejak lama, tapi saya merasa kondisi saya lebih memburuk akhir-akhir ini. Itulah sebabnya persiapan dan momen pernikahan saya kemarin adalah suatu masa yang paling ingin segera saya lewati secepatnya.

Selama 4-5 bulan masa persiapan pernikahan tersebut, saya mau nggak mau harus berhadapan dengan banyak orang dan bersosialisasi dengan orang-orang baru. Merasakan dinilai lewat penampilan fisik dan pekerjaan. Hal yang membuat saya kelelahan mental setiap harinya dan harus mengulang hal yang sama esok harinya. Bahkan saya butuh waktu seminggu untuk memberanikan diri mengirim undangan pernikahan digital ke teman-teman yang ingin diundang. Jarak saya dengan mereka padahal sangat jauh, tapi semuanya terasa sangat menakutkan.

Tidak berhenti di situ saja, saya banyak dihadapkan tentang pilihan yang tidak ingin saya pilih. Saya ditanya warna bunga dominan yang ingin digunakan di pelaminan dan motif taplak meja, yang bahkan saya tidak ingat pilihan apa yang akhirnya saya pilih. Sebagai orang yang selalu menyalahkan diri sendiri di semua momen, saya banyak mengalah. Kepada orang tua dan orang-orang lain. Mungkin itu cara terbaik agar semuanya segera selesai. Walaupun saya masih menyesali banyak kata-kata kesal ataupun banyaknya amarah yang saya keluarkan kepada orang-orang terdekat. Atas tangis yang jatuh di pertikaian-pertikaian yang menurut saya sama sekali tidak penting.

Undangan yang dibuat dalam kurun waktu kurang dari 3 jam

Kalau ada momen yang sedikit meringankan hati adalah saya diperbolehkan mendesain sendiri undangan pernikahan saya dan menaruh label Kawung Living di souvenir pernikahan. Ataupun akhirnya semua orang setuju untuk hanya memutar musik lewat MP3 dan saya diperbolehkan menyusun playlist-nya (yang berisi lagu Weezer, Arctic Monkeys, dan The Strokes).

Triangle pouch yang dibuat dari kain perca sisa produksi dengan harga yang sangat priceless!

Di hari pernikahan, banyak teman yang menanyakan tentang perasaan saya. Tapi hari itu, saya nggak merasakan apa-apa. Hati saya tidak berdegup kencang. Saya hanya merasakan ketakutan harus jadi pusat perhatian. Saya bahkan nggak berani melihat cermin sama sekali ketika dirias. Saya cuma sekali melihat ke arah cermin ketika tim dokumentasi datang untuk memotret. Rasanya ingin marah dan mengutip kalimat Mia di film The Princess Diaries.

Pada akhirnya, saya menelan semuanya dan bersyukur masih bisa berdiri tegak di hari pernikahan saya. Saya bersyukur bisa melihat wajah teman-teman dekat ataupun wajah kerabat yang jarang ditemui. Saya bersyukur atas doa dan kebaikan hati banyak sekali orang yang mengenal saya dan keluarga. Saya bersyukur bisa kembali bersilaturahmi dengan keluarga dan menyambung tali silaturahmi kepada keluarga yang baru. Saya bersyukur atas banyak hal yang saya terima di hari itu.

***

Maaf ya saya pada akhirnya nggak mampu memberikan rekomendasi Vendor pernikahan atau tips-tips seperti yang lain, karena saya bahkan nggak bisa menilai saya puas atau tidak. Maaf sekali kalau saya malah mengajak kamu menyelami rasa takut saya. Tapi, kalau ada hal lain yang bisa saya bagi, saya punya beberapa rekomendasi untuk kamu yang ingin mengadakan pernikahan:

  • Daur Bunga adalah social movement yang mengkampanyekan sustainable living. Kamu bisa mendonasikan sisa bunga yang dipakai di hari pernikahanmu untuk kemudian diolah tim Daur Bunga untuk kembali dirangkai ataupun dipergunakan dalam kegiatan-kegiatan Daur Bunga seperti kunjungan ke panti asuhan, panti jompo, dll. Info lebih lanjut bisa email ke info.daurbunga@gmail.com atau @daurbunga di Instagram.
  • A Blessing to Share adalah kerjasama Bridestory dan Food Cycle untuk mendistribusikan makanan yang tersisa di hari pernikahanmu kepada mereka yang membutuhkan. Cukup register di website mereka dan ikuti langkah-langkah selanjutnya. Untuk hal ini, sebaiknya diinformasikan terlebih dahulu kepada seluruh keluarga karena sisa makanan ini biasanya rentan menjadi masalah karena banyak anggota keluarga yang akan meminta atau berharap mendapatkannya.

Oh iya, ada lagi hal yang ingin saya rekomendasikan. Karena saya bukan orang yang suka difoto, kemarin saya meminta tolong kepada Puty dan Dzani untuk membuatkan artwork sebagai ganti foto pre-wedding. Menurut saya, ini cocok untuk kamu yang nggak mengerti esensi foto pre-wedding seperti saya. Hasilnya sangat mengharukan :’)

Kamu bisa cek instagram @byputy, Puty adalah ilustrator dan penulis buku yang sangat inspiratif. Sedangkan Dzani, yang sedang melanjutkan studi di Kyoto, suka menghabiskan waktu luangnya untuk menghasilkan karya watercolor dengan warna-warna lembut (yang juga dijadikan dailywear seperti Scarf). Feed instagram @adzanidz penuh dengan foto neighborhood Jepang dengan warna-warna pastel yang dreamy. Dzani juga sering post video seputar Jepang di channel YouTube-nya.

***

Saya lega sekali ketika rangkaian acara pernikahan ini berakhir, bukan karena melewati takut ada yang tidak kebagian makanan atau acara berjalan tidak sesuai rencana (because I don’t really care any bit of that), tapi karena akhirnya saya bisa kembali menjalani hidup sehari-hari. Kembali menulis dan pergi ke Indomaret untuk jajan, kembali menyapa abang JNE dan menjadi warganet yang berbagi artikel LINE Today di group chat. Banyak yang bilang, acara pernikahan adalah sekali seumur hidup, harus sesempurna mungkin dan sesuai dengan pilihan hati. Sayang sekali, sampai saat ini saya belum bisa setuju dengan pernyataan tersebut. Karena buat saya, setiap hari dan setiap nafas adalah sekali seumur hidup. Saya tidak suka anggapan bahwa saya tidak bisa membuat setiap hari sebagai hari yang istimewa.

Kepada semua yang akan menikah atau berniat untuk menikah, saya sampaikan doa saya yang terbaik. Sebanyak doa yang saya dapatkan kemarin. Semoga kamu semua tidak melupakan bahwa setelah hari pernikahan berakhir, masih banyak hari yang harus dijalani dengan lebih banyak kesungguhan hati.

Pada akhirnya, saya harus berterima kasih kepada Reva Astra Dipta yang mau menerima perempuan yang penuh dengan ketakutan ini. I’ve never wanted to grow old with you, I want to stay young and live forever with you. Terima kasih sudah memperbolehkan aku jatuh cinta kepada banyak hal di dunia, terima kasih sudah membiarkanku tetap jatuh cinta kepada semesta.

And for all the lovers beneath the earth, the sky, or the galactic, here is one for you. Don’t fall in love only with a person. Fall to the sunlight beneath the windows. Fall to the green grass somewhere between the globe. Fall to the comet you’ve never heard of. Just fall with all the things you’ll find in life. Besides, you’ll never run out of love. October 16, 2013

5 thoughts on “The Day of Blessings

    1. Hai Ozu, terima kasih banyak! Semoga kamupun mendapat banyak kemudahan dan berkah dalam hidup ini :)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.