Sherlock Holmes review

//December 31, 2009//

The 221-B Baker Street Drug Addict slash Legendary Detective is Back (with more action and Guy Ritchie’s Midas Touch)!

Sekarang kita semua tahu bahwa Guy Ritchie adalah sutradara film action yang ‘menyegarkan’, Robert Downey Jr. seorang aktor yang telah dua kali berhasil menghadirkan tokoh khayalan menjadi nyata (ingat Iron Man, kan?), dan Sherlock Holmes versi Guy Ritchie telah menjadi film Sherlock Holmes paling menghibur yang pernah ada.

Sherlock Holmes adalah seorang tokoh heroik, nama detektif paling terkenal yang pernah ada di dunia. Sir Arthur Conan Doyle menggunakan karakter dosen sewaktu kuliahnya, Joseph Bell, untuk menciptakan tokoh ini pada tahun 1887 yang pada akhirnya, telah dimainkan oleh lebih dari 70 aktor di hampir 200 film (Kenneth Turan – Los Angeles Times). Oh, dan sudahkah saya bilang? SAYA PENGGEMAR BERAT SHERLOCK HOLMES! Saya punya semua koleksi bukunya (walaupun sekarang sudah ada beberapa yang hilang). Mulai dari kasus pertamanya dengan Watson di Study in Scarlet, pertarungannya dengan Professor Moriarty yang menyebabkannya disangka meninggal, sampai salam terakhirnya di kumpulan kasus The Last Bow. Jadi di review kali ini, saya ingin membahas apa yang sangat kenal baik, yaitu… Sherlock Holmes.

Guy Ritchie mampu memuaskan dahaga para penikmat film action dengan membuat tokoh Holmes menjadi petarung dengan badan six pack dan saya juga harus mengakui Watson (Jude Law) di film ini terlihat seperti sidekick untuk superhero Holmes. Untuk bagian ini, saya tidak bisa banyak berkomentar. Inilah interpretasi Guy Ritchie tentang tokoh detektif Inggris ini, dan menurut saya, inilah interpretasi yang paling cocok untuk para penonton ‘sekarang’. Buktinya,RottenTomatoes memberinya rating 70%. Dan untuk apa memperdebatkan tentang ketidakmiripan antara bukunya dan filmnya? Kita toh akan selalu tahu adaptasi pasti dibuat untuk menyeimbangkan novel ketika akhirnya dibuat nyata menjadi film. Yang harus saya acungi jempol adalah detil-detil kecil yang ditambahkan Ritchie di sepanjang film ini, dan itu luar biasa.

Baker Street 221-B, kemunculan Inspektur Lastrade dari Scotland Yard, Professor Moriarty, Irene Adler, dan masih banyak lagi. Itu semua adalah kepuasan bagi para penikmat bukunya. Detil-detil kecil itu adalah hal-hal esensial yang ada di bukunya dan berhasil dituangkan dengan baik di film ini. Saya tersenyum puas ketika melihat detil-detil tersebut tercetus hanya sesaat. Fakta-fakta ini adalah hal yang hanya diketahui oleh para pencinta bukunya. Mungkin para penggemar barunya akan segera mengerti, karena fakta-fakta ini diselipkan dengan rapi dan ringan di sepanjang film sehingga (mungkin) tidak akan membuat bingung. Seperti fakta bahwa Watson adalah mantan tentara di Afghanistan, kebiasaan Holmes menembaki dinding kamarnya dengan revolver, kebiasaannya bermain biola, kemampuannya menyamar, keberadaan kakak Holmes—Mycroft, kebiasaan Holmes bertindak seperti gembel, mengkonsumsi narkoba dan merokok di saat menganggur, catatan dokter Watson (perlu diketahui bahwa Sir Arthur Conan Doyle menulis Sherlock Holmes dari sudut pandang Dr. Watson yang merupakan catatan-catatan kasusnya dengan Holmes), juga kebiasaan Holmes duduk di sofa dan menyatukan ujung-ujung jarinya untuk kemudian mengubahnya menjadi mesin pemikir no.1 di dunia. Oh, saya harus bertepuk tangan untuk usaha hebat luar biasa ini!

Yang paling saya sayangkan mungkin hanya tidak adanya hal yang paling saya tunggu-tunggu di film ini, yaitu kalimat terkenal Holmes untuk Watson, “Well, Watson.”. Mungkin terdengar sepele, tapi kalian harus tahu bagaimana pentingnya hal ini untuk para penggemar Sherlock Holmes.

Dengan banyaknya pujian dan tepuk tangan yang dialamatkan untuk film ini, saya kembali mengatakan bahwa film ini telah menghibur saya dengan baik. Semua orang pasti akan menunggu-nunggu apalagi yang akan diperbuat Guy Ritchie dengan film adaptasi seperti ini, karena kita semua tahu Snatch dan Rock n Rolla, ditulis sendiri olehnya. Tapi di film ini, Guy Ritchie masih bisa menahan dirinya dengan tidak membuat terlalu banyak improvisasi. Saya juga kaget dengan pemilihan Robert Downey Jr sebagai Holmes, karena tahu kan Guy Ritchie banyak memakai aktor Inggris, apalagi tokoh detektif ini adalah tokoh kesayangan warga Inggris (Downey adalah aktor Amerika). Tapi hal itu justru tidak mengganggu sama sekali, deretan aktornya berhasil memainkan perannya masing-masing dengan baik. Oh ya, kemunculan Rachel McAdams sebagai Irene Adler yang agak flirty dan berani itu juga jadi hiburan yang menarik buat saya. Satu hal yang menjadi gaya khas Guy Ritchie, tentu saja titling gambar bergerak ke animasi yang menarik, dan itu bisa tetap Anda temukan di credit title yang lagi-lagi harus diberi tepuk tangan. Akhirnya, seperti kata Holmes, “Well, Mr Ritchie. This is incredibly fun and yet brillian. Well done!”

Trivia:

    Pada saat adegan Dr. Watson menyuruh Sherlock Holmes untuk mencari kasus baru dengan membuka semua gorden dan menyuruhnya keluar dari kamarnya, Dr. Watson membacakan beberapa surat permintaan kasus. Kasus-kasus yang dibaca Dr. Watson saat itu sebagian besar adalah kasus-kasus yang benar-benar ada di bukunya.
    Di bukunya, pertemuan pertama Dr. Watson dan Mary Morstan terjadi ketika Mary menjadi salah satu klien Holmes. Buku yang menceritakan tentang kasus itu berjudul Sign of Four.
    Irene Adler diceritakan sebagai seorang penjahat/pencuri lihai di film ini, tetapi di bukunya Irene diceritakan sebagai seorang penyanyi. Kepandaian dan kecantikan Irene mampu membuatnya sebagai satu-satunya wanita yang diakui Holmes. Di akhir kasus, Irene diceritakan pergi bersama kekasihnya dalam cerita berjudul A Scandal in Bohemia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.