Masing-masing dari mereka menutup malam dengan rasa takut. Bahwa apa yang dikatakan gadis peramal yang diusir dari kota itu mewujud nyata. Seorang pembalas dendam telah ada di jantung kota tersebut. Menyelinap dan menunggu waktu untuk menenggelamkan atau menikam. Atau meracun, seperti malam itu.
Keesokan harinya, tidak ada yang berani keluar rumah sebelum dentang lonceng pemakaman dibunyikan. Tidak ada roti-roti hangat yang tersedia di depan toko, maupun perkumpulan gosip ibu tetangga. Tidak ada riuh penjual pasar dan permainan anak-anak. Seluruh kota terudung senyap. Para penduduk kota mengantar jenazah Lord Geiger dalam suasana duka, tapi mereka tidak merasa sedih sedikitpun.
Lord Geiger adalah petinggi kota, pemilik percetakan surat kabar kota, dan pemilik semua ladang di timur kota. Tapi ia tak pernah mengangkat topi ataupun membuang waktunya menyapa orang lain. Ia tidak berteman dengan siapapun yang menurutnya, tidak sesuai dengan kelasnya. Suatu keganjilan memang bahwa ia tiba-tiba jatuh cinta kepada putri keluarga France, dan mengiriminya mawar putih setiap hari Rabu. Suatu keganjilan memang menemukannya mendatangi bar di malam itu. Suatu keganjilan memang menemukannya terbunuh di lantai dansa.
***
Inspektur Schopenhauer sampai di tempat kejadian tidak lebih dari 15 menit setelah seorang petugas memukul-mukul pintu rumahnya. Ia memperhatikan jenazah Lord Geiger yang tersungkur di lantai. Buih-buih putih terlihat keluar dari samping bibirnya. Pengunjung bar lainnya terduduk di sudut lain ruangan, beberapa gemetar ketakutan. Sesosok pemuda tegap menghampirinya. Sersan Erwin kebetulan sedang mengambil cutinya, ia datang ke bar tersebut bersama teman-temannya akademinya ketika kejadian itu berlangsung.
“Tidak ada waktu cuti untukmu, eh?” tanya Inspektur ketika mengetahui Sersan Erwin yang menahan semua pengunjung untuk tetap berada di tempatnya dan menghubungi kepolisian.
“Hanya nasib sial. Seperti nasibnya malam ini,” sersan Erwin merilik ke arah jenazah. “Ia mengejang ketika lagu favorit saya diputar, benar-benar nasib sial.”
“Schrodinger’s, Paradox. Sudah kubilang untuk tak mendengar musik aneh seperti ini,” Inspektur meletakkan kembali bungkus piringan hitam di atas meja ke tempatnya semula. “Siapa saja yang berada di lantai dansa bersamanya?”
“Musik baru diputar ketika itu, hanya ada 5 orang yang bersamanya. Termasuk putri keluarga France.”
Inspektur melihat sekelompok orang yang duduk di sebuah meja panjang di sebelah bar. Tampak dua orang petugas sedang menginterogasi mereka.
“Aah, ya, ya, mawar putih di hari Rabu. Ini bisa jadi judul berita yang bagus, kalau saja percetakan korannya bisa tetap bertahan. Bartendernya menceritakan sesuatu?”
“Cognac, 2 gelas. Kami menginterogasinya di ruangan terpisah. Tidak ada yang aneh, kecuali kedatangannya di bar ini. Siapapun tahu bar ini bukan kelasnya, kecuali—ia datang bersama gadis yang disukainya sejak lama.”
“Mereka datang berdua? Dan dari semua malam, ia harus mati di malam ini? Ketika akhirnya gadis itu mau mengajaknya keluar?”
Sersan Erwin menghela nafas, “Sudah saya bilang sebelumnya, ia hanya bernasib sial.”
***
Ketika malam melarut, sang pembalas dendam mengangkat topinya dan membungkuk di depan bar tersebut. Beberapa mengikutinya, menyangka hal tersebut sebagai penghormatan terakhir kepada Lord Geiger. Ia melangkahkan kakinya perlahan, seperti pengunjung bar lain yang masih merasakan syok. Padahal darahnya bergejolak, satu orang sudah tumbang. Ia menyelipkan sebuah surat di sebuah kotak pos beberapa blok sebelum tempat menginapnya, surat yang ditulisnya sebelum berangkat ke bar. Surat yang ditulisnya sebelum mengaduk bubuk racun di dalam gelas cognac-nya. Surat yang ditulisnya sebelum menukar gelasnya dengan gelas Lord Geiger ketika pria malang itu terpesona oleh kecantikan putri keluarga France.
“Sayang sekali, tak ada lagi mawar putih di hari Rabu. Mungkin aku akan mengirimimu bunga lily sebagai ganti kebaikanmu malam ini.”
Malam itu juga, surat tersebut berubah menjadi abu di perapian keluarga France. Gadis itu melepas ikatan rambutnya sebelum menarik selimutnya untuk tidur, hal yang tak pernah dilakukannya sebelumnya. Hal yang ia lakukan untuk meyakinkan Lord Geiger untuk datang ke bar malam itu. Gadis itu tersenyum dalam tidurnya, ia akhirnya bisa bernafas lega.
Ia tak pernah suka mawar putih.