The Unashamedly Idealistic World of The Newsroom

Setiap beberapa periode waktu, saya kerap menonton ulang serial TV favorit yang menurut saya tak lekang oleh waktu. Tahun kemarin, saya menyempatkan menonton ulang LOST dan masih jatuh cinta dengan bagaimana ketegangan terus dibuat setiap episodenya. Tapi sebenarnya, ada satu serial TV yang selalu saya ulang hampir 2 kali setahun, judulnya adalah The Newsroom.

Aaron Sorkin menciptakan sebuah drama yang berfokus tentang benturan jurnalisme ideal dengan tekanan masyarakat maupun kepentingan-kepentingan sosial. Season pertama The Newsroom tayang di HBO pada tahun 2012 dan berakhir pada season ketiganya di tahun 2014. Selama 3 tahun masa tayangnya, The Newsroom hanya memiliki 25 episode yang membuatnya padat dan sarat makna. The Newsroom tidak memiliki review yang terlalu tinggi di beberapa situs rangking seperti Rotten Tomatoes atau Metacritic karena kontennya dianggap terlalu cynical ataupun terlalu idealis. Beberapa episodenya dikritik dengan keras karena banyak hal yang terkesan terlalu menyindir bentuk-bentuk jurnalisme masa kini, dimana seharusnya fakta dan integritas ada di atas iklan dan trafik kunjungan.

Seriesnya sendiri bercerita tentang sebuah kanal berita fiktif bernama Atlantic Cable News (ACN) dan bagaimana para jurnalis di belakang layar ini bersosialisasi sekaligus menciptakan sebuah acara berita yang layak ditonton. The Newsroom memasukkan topik berita asli dalam beberapa episodenya seperti kecelakaan Deepwater Horizon di tahun 2010, kematian Osama bin Laden di tahun 2011, maupun Boston Bombing di tahun 2013. Tema dan kejadian dalam series-nya juga banyak mengambil latar kejadian asli yang menimpa sebuah kanal berita, seperti kesalahan pemberitaan penggunaan gas sarin di Vietnam War yang dituduhkan CNN di tahun 1998, yang akhirnya tidak terbukti. Ataupun merebaknya citizen journalism dan artikel clickbait sebagai imbas meningkatnya penggunaan sosial media beberapa tahun ke belakang.

Dalam 8 menit pertama penayangannya, The Newsroom dibuka lewat dialog Will McAvoy (Jeff Daniels) yang menjatuhkan sebuah pernyataan yang dipuja oleh warga US pada umumnya.

The Newsroom memiliki line-up pemain terbaik yang pernah ada. Jeff Daniels, Sam Waterston, Emily Mortimer, John Gallagher Jr., Thomas Sadoski, Dev Patel, Jane Fonda, and the constantly underrated Olivia Munn & Allison Pill. Para pemainnya berakting sempurna, dengan dialog yang tumpang tindih dan panjang-panjang. Semua karakternya sangat lovable dan relatable (favorit saya Jim Harper). Di series ini jugalah saya benar-benar jatuh cinta dengan aktingnya Olivia Munn dan Dev Patel.

Ada banyak sekali quote yang selalu saya kenang dari The Newsroom, yang beberapa selalu saya kutip dari waktu ke waktu dan beberapa yang selalu disimpan di hati,

“You know what, kiddo? In the old days… of about ten minutes ago… we did the news well. You know how?

We just decided to.”

Charlie Skinner

Aaron Sorkin adalah salah satu penulis dan sutradara yang selalu saya tunggu kehadirannya. Bukan saja karena skenario dan dialog yang tajam dan witty, tapi juga karena beberapa kritiknya yang menggambarkan kecemasannya kepada lingkungan sekitar. Dalam surat yang ditulisnya untuk istri dan putrinya, Sorkin menulis bagaimana pandangannya setelah Trump terpilih sebagai presiden,

“…we get out of bed. The Trumpsters want to see people like us (Jewish, “coastal elites,” educated, socially progressive, Hollywood…) sobbing and wailing and talking about moving to Canada. I won’t give them that and neither will you. Here’s what we’ll do…

…we’ll fucking fight. (Roxy, there’s a time for this kind of language and it’s now.) We’re not powerless and we’re not voiceless.”

Pada akhirnya The Newsroom tidak berusaha menjadi sempurna. Di akhir season 3, Will McAvoy mengandaikan Charlie Skinner dengan kisah Don Quixote. Sosok orang tua dengan dementia yang berharap bisa membawa keadilan ke dunia hanya dengan berakting seperti ksatria dalam buku cerita.

Di dunia yang sudah tidak terlihat seperti realita, semua hal yang terjadi dalam buku cerita mungkin saja bisa menjelma nyata. Mungkin kita seharusnya tidak miris melihat dunia, tetapi mencari celah kepada fiksi untuk menyelinap ke sela-sela kehidupan. Jika raja setan bisa hadir ke dunia dalam wujud manusia, kenapa kita tidak berusaha percaya bahwa pedang legenda pemusnah raja setan bisa saja ditemukan di salah satu sudut dunia dan akhir perjalanan.

And here’s a short clip from Bloomberg of Jeff Daniels relieving his character on The Newsroom last year. All hail Will McAvoy.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.