Tentang Cinta dan Kata

(gambar diambil dari sini)

Untuk film yang “terlihat” dibuat untuk nostalgia, Ada Apa Dengan Cinta? 2 adalah dilema. Dilema karena penonton tidak akan pernah marah ketika kedua karakternya dipaksa bertemu lagi atas kebetulan yang semu. Dilema karena banyak adegannya dipaksa mengkontradiksi banyak adegan klise. Dilema karena turut serta semesta dipaksa memberi campur tangan. Dilema karena kami memang rindu. Dilema karena aktingnya seluruh pemainnya sangat natural. Dilema karena Cinta dan Rangga adalah harga mati.

Pada akhirnya, sayapun mentoleransi banyak hal yang ada di film ini. Ada Apa Dengan Cinta? 2 adalah film Indonesia pertama yang saya tonton dua kali di bioskop :))

Di antara semua dilema tentang film ini, ada satu hal yang sangat saya syukuri. Puisi dan sastra sempat menjadi poros film Ada Apa Dengan Cinta?. Kala itu, banyak Rangga dan Cinta baru tercipta. Mereka mulai membaca sastra Indonesia dan menulis lirik dan paragraf berima tentang cinta dan kehidupan. Banyak yang sinis karena mereka tampak seperti penonton bola karbitan, tapi bukankah semua orang harus mulai di suatu tempat?

Walau bukan menjadi fokus utama film Ada Apa Dengan Cinta? 2, tapi puisi-puisi Rangga menjadi nilai tambah film ini. Buku puisi Aan Mansyur yang berjudul Tidak Ada New York Hari Ini, sempat terjual habis di berbagai platform online dan kata-kata dalam Bahasa tiba-tiba kembali hadir di dunia.

Ketika platform social media semakin banyak merebak, satu-satunya yang saya sesali adalah semua platform tersebut seakan menggantikan fungsi sharing blog. Saya sempat kesal karena semua terasa semakin instan. Banyak teman-teman yang dulu sering menulis di blog, tiba-tiba hanya sempat bercerita tentang makanannya hari itu atau menulis sebaris kalimat tentang film yang baru mereka tonton. Saya paham fungsi masing-masing social media, tapi saya hanya ingin membaca lebih banyak hati dan pemikiran.

Saya ingin berharap lebih banyak, bahwa masih banyak kata-kata yang mengaduh untuk ditumpahkan. Masih banyak tulisan indah yang menunggu untuk menggugah. Saya tidak sabar untuk membaca lebih banyak. Saya tidak sabar untuk kembali jatuh cinta kepada kata dan Cinta.

PS: Baca juga review Puty tentang Ada Apa Dengan Cinta? 2 di sini.

Belajar Dasar Investasi Syariah di Sekolah Pasar Modal Syariah

Beberapa hari yang lalu, saya diajak kakak untuk mengikuti Sekolah Pasar Modal Syariah (SPMS) yang rutin diadakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Kelas yang diadakan dalam dua sesi ini membahas tentang dasar-dasar investasi dan pemahaman tentang pasar modal Syariah Indonesia. Lebih dari 60% saham yang beredar di BEI termasuk jenis saham syariah dan jumlah investor Indonesia masih tergolong sedikit dibandingkan dengan jumlah saham yang beredar di BEI. Rendahnya investor lokal ini merupakan salah satu alasan kenapa saham perusahaan-perusahaan ternama kebanyakan dibeli oleh investor asing.

Karena kelas ini menggunakan embel-embel Syariah, menurut saya di sesi pertama selain menjelaskan tentang dasar-dasar investasi, kebanyakan digunakan untuk menjawab tanda tanya peserta tentang apakah investasi diperbolehkan dalam syariah Islam dan apa yang membedakannya dengan pasar modal yang non-syariah. Dari beberapa pembicara yang didatangkan, saya paling tertarik dengan sesi pembicara dari MUI. Saya selalu beranggapan bahwa MUI kerjanya hanya ribut sendiri membahas fatwa apa yang harus dikeluarkan selanjutnya dan sesi ini benar-benar mengubah pendapat saya :)) Tidak disangka justru sesi ini menggunakan banyak pendekatan modern dan hubungannya dengan landasan fiqih Islam. Bahkan ternyata ada fatwa tentang berinvestasi yang resmi dikeluarkan MUI.

Sesi kedua sendiri digunakan untuk pembahasan teknis dan mekanisme jual beli saham yang dilakukan di BEI. Dicontohkan juga cara penjualan/pembelian saham lewat platform online trading milik BEI. Khusus untuk yang memang berniat bertransaksi saham syariah, ada batasan dimana kalau kita berniat membeli saham non-syariah maka akan keluar pop-up bahwa saham tersebut tidak bisa dibeli. Pop-up-nya bahkan dilengkapi ayat dan hadits tentang riba! Subhanallah sekali.

Read more

Wanderlust #2 – Sherlock Holmes Museum

[dropcap]A[/dropcap] year ago when my sister sent me a postcard and a book from Sherlock Holmes museum, I was brought to tears. Sherlock Holmes is a great deal to me. Back in elementary school, I prefer it more than all Enid Blyton’s books. To think about it now, it’s a little bit weird. Sherlock Holmes is a drug addict, heavy smoker, a total freak by all means.

But the truth is after reading Sherlock Holmes, I started to read Agatha Christie’s and buying book outside the children’s section. Needless to say, Sherlock Holmes is the first adult story I read. After the comic Detective Conan started to get popular, some of my friends also started to borrow my Sherlock Holmes collection. For a book collector like me, it is so hard when people telling you that they lost the book. Pain, so much pain. Because you know that some books are sold out and even if the publisher did print it again, the cover will be changed, the smell of the book will be different, and the memory will not be the same anymore. Sorry for this exaggeration, but it does happen :))

So when my sister bought me The Case Book of Sherlock Holmes in its original language, I cried. I stared at the book for a long time before started reading it. The fact that people love Sherlock Holmes more because of Benedict Cumberbatch or other adaptation fascinates me. Because there will be more love spread for the book and the character. And isn’t it the dream to step on Baker Street 221B?

(image from here)

PS:

Sir Arthur Conan Doyle is the first British man I know bearing the title Sir before his name. So back then, I thought the title Sir is a family name :))

The Memoirs of Sherlock Holmes is by far my favorite novel of them all.