ketika kata-kata finansial terucap-ucap tanpa tahu apa artinya (dan sebenarnya, tidak ingin pernah tahu)
Buat saya yang tidak pernah menabung sampai lulus kuliah, dan terbiasa menghabiskan uang bulanan yang tersisa untuk beli komik, kehidupan seperti sekarang terbilang menyeramkan. Karena dengan pendapatan yang dihasilkan sendiri, otomatis pengaturan keuanganpun harus dilakukan sendiri. Saya sadar saya impulsif, alhamdulillah-nya impulsif saya bukan karena barang, tapi impulsif jajan (apa lebih parah? :P). Jadi pengeluaran impulsif saya termasuk kecil-kecil tapi kalau dihitung menggunung.
Ada juga beberapa teman-teman saya yang mengeluh bahwa mereka kesulitan menabung padahal pengeluarannya hanya seputar makanan, ongkos, dan sedikit beli-beli saja. Sebenarnya sedikit beli-beli ini yang masalah, apakah benar sesedikit itukah beli-beli kamu? Trik kecil yang saya pelajari dari Angga semasa kuliah (yang sangat berguna sekarang) adalah mencatat SEMUA pengeluaran SETIAP HARI. Yang dimaksud semua adalah sekecil2nya pengeluaran tersebut, dari mulai makan, belanja, bayar parkir, beli permen, dll. Untuk bulan-bulan awal, coba klasifikasikan pengeluaran menjadi beberapa kelas besar, transport, makan, atau bahkan untuk main (khusus saya sih namanya Anggaran Main). Jadi kamu bisa tahu kemana sebenarnya sebagian besar uang kamu pergi.
Setelah tahu berapa kira-kira pengeluaran ‘pokok’ yang kamu keluarkan setiap bulan. Coba dilihat sebelah mananya pengeluaran kamu yang bisa dihemat. Dari situ kamu bisa menentukan seberapa besar yang bisa kamu tabung setiap bulan. Besarnya persen yang ingin kamu tabung itu tergantung dengan target dan kemampuan yang dapat kamu capai. Tips dari saya sih, berusalah untuk REALISTIS. Jangan terlalu pelit untuk membelanjakan pendapatan kamu, karena siapa sih yang tidak ingin membeli flats shoes idaman ataupun DVD compilation Star Wars yang sejak dulu dimimpi-mimpikan :P Tapi jangan juga menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak terlalu penting atau tidak terlalu kamu butuhkan (saya menyebut barang-barang ini dengan nama “barang lucu tidak berguna”).
Menurut buku yang saya baca sih, untuk usia fresh graduate, menabung 10 % dari pendapatan kamu sudah sangat baik loh (bayangkan jika pendapatan kamu 1.000.000/bulan, kamu cukup menabung 100.000). Terlihat kecil bukan, nah harusnya kita bisa menabung lebih besar dari itu. Untuk hitungan saya yang bekerja di Jakarta dan punya rumah di Jakarta (yang berarti tidak perlu mengeluarkan uang kost atau uang makan) harusnya saya bisa menabung hampir setengah dari pendapatan saya. Tapi kalau menurut saya, ini saatnya untuk menyisihkan sebagian uang untuk membantu orang tua. Cobalah mulai menyisihkan sebagian kecil untuk membantu membayarkan yang kecil-kecil, biasanya sih orang tua yang masih dalam usia kerja bakal menolak dan menyuruh kamu untuk menabungkan saja uangnya. Tapi trik saya sih bilang saja untuk minta ‘disimpankan’ sama mereka :D
Kalau kamu kesulitan untuk menabung karena tergoda untuk menyicil barang-barang yang terlihat “kapan lagi kalau bukan sekarang?” ataupun karena sifat impulsif yang tidak dapat dikendalikan :P, cobalah untuk membuat rekening lain khusus untuk tabungan. Di beberapa bank tersedia tabungan rencana ataupun tabungan dana pensiun yang ‘secara paksa’ mendebet beberapa persen (yang besarnya kamu tentukan sendiri) dari rekening kamu ke rekening tabungan kamu yang lain.
Setelah punya simpanan yang cukup ‘aman’ (biasanya saya menetapkan batas, berapa banyak yang harus tersisa di tabungan), kamu mungkin bisa mencoba untuk berinvestasi. Banyak bentuk investasi yang sedang naik daun sekarang, di antaranya reksadana dan investasi emas. Yang manapun yang kamu pilih, sebaiknya diikuti dengan pengetahuan yang baik pula. Jenis investasi yang paling aman untuk para investor pemula, mungkin bisa dimulai dari investasi emas (saya biasa mengecek LogamMulia untuk harga emas, dan Goldgram untuk pengetahuan mengenai emas).
Salah satu buku yang benar-benar mencerahkan hidup saya adalah buku ini. Untuk Indonesia yang Kuat menjabarkan banyak hal yang sebelumnya tidak pernah saya pikirkan (ya iyalah, saya ngertinya ya habis kerja, cari duit, nabung sampe menggunung, yang ternyata tidak cukup sampai di situ). Buku ini berhasil bikin takut dan jleb jleb jleb sampe ke dasar dasar :)) Ligwina Hananto, sang penulis buku ini, juga bisa ditemui di Planning a Better You (salah satu kolom di Kompas.com yang membahas tips tips keuangan yang mudah dimengerti, saya rekomendasi sekali kolomnya) dan website QM Financial (konsultan financial milik Ligwina yang website-nya menyediakan kalkulator yang bikin jleb jleb jleb untuk menghitung dana pensiun, dana pendidikan untuk anak, dll).
Intinya sih ada beberapa yang masih menganut paham “belum waktunya untuk menabung” atau “masih banyak waktu di hari esok”, semuanya tidak ada salahnya. Semua hal memang perlu niat untuk memulai, dan saya sih tidak mau suatu saat terbangun dan merasa menyesal karena harusnya bisa mulai lebih awal. Pada akhirnya, semua orang selalu mengharapkan financial freedom kan?
PS: Jangan lupa juga untuk menyisihkan uang kamu untuk berzakat. Karena sebagian dari yang kamu punya sekarang adalah titipan milik orang lain yang membutuhkan. Investasi inilah yang insyaallah akan berlipat ganda, beranak pinak, dan tidak akan pernah habis bunganya :)