Akhir-akhir ini, Satria lagi mencoba menantang semua hal yang belum pernah dia lakukan. Sesuatu yang kadang sering disebut “nakal”. Ibuku sering bilang akupun dulunya “anak yang nakal” karena aku menentang semuanya dan melakukan banyak hal yang tidak umum dilakukan (menyolder kursi adalah yang paling sering diungkit). Biasa, kalau punya anak, yang jelek-jelek biasanya suka dikatain turunan ibunya.
Ada satu momen yang bikin aku kembali ke masa kecilku, di mana bapak aku selalu bilang, “Udah, nggak usah dijawab lagi.” kalau kita lagi berargumen (baca: berantem). Kejadian dong, Satria selalu jawab semua hal yang aku atau Reva omongin kalau lagi nasehatin dia.
Jadi kadang, aku akhirnya merasakan juga keselnya pas udah capek banget dan sudah di boiling point. Jadilah omel-omel, omel-omel. Tapi dari yang awalnya teriak balik dan mukulin aku, sekarang Satria sering bilang, “Ibu, aku suka ibu yang baik. Jangan marah-marah lagi yaa, aku mau bersamamu selamanya.”
Wow, layaknya serangan Pokemon, “It’s super effective.”
Kid, there will be times when people tell you that you are a monster, but don’t believe them. I am. I am the monster that society created to decide ‘anak nakal’ and ‘anak baik’. And you’re the one who slays them with your kind words.
I am reminded once again that this whole journey of parenting is really self-reflective. I’m flawed, like my parents and the parents before them. But, aren’t we all?
I know the whole shenanigan of saying that before having children, you should “menyembuhkan luka batin” or “merawat inner child.” But sometimes, you cannot be prepared for what’s coming. What we can do right now is just get up, say sorry, and try to be better the next day.
Dear Satria, let’s always be kind. And someday, let’s slay more monsters together.