We Finally Gonna Meet, Alice. Yeeey…

//June 27, 2009//

 

March 5, 2010.

Don’t you just dying to wait the date?

Alice in Wonderland and Tim Burton. Imagining my two most favorite things combine in one movie, it’s like a dream comes true. Don’t you just love the smell? ♥


The image is courtesy of Rotten Tomato.

It’s creepy yet beautiful. The line up just wonderful and the art concept is like magic. Helena Bonham Carter (obvious) as The Red Queen, Anna Hathaway as The White Queen, and Johnny Depp (too obvious) as the Mad Hatter. Mia Wasikowska is playing Alice. Look at the pictures, is like a dream. The Mad Hatter looks faboulous, and the Queen of Heart is just as snob as I thought. Oh my, I’m just crazy about the movie already ♥.

Di Tempat Saya Berdiri Sekarang

//June 26, 2009//

 

Sehabis menonton Debat Capres 2009-2014. Haha, saya hanya warga biasa yang tidak terlalu tahu tentang pemerintahan dan negara. Tetapi saya memuja acara Debat Capres ini karena acara ini terbukti dapat mencerdaskan bangsa. Selain memberikan overview atas kondisi asli negara saat ini, tetapi juga memberikan pandangan kita atas sakralnya pengetahuan tentang si Capres sebelum tanggal 8 Juli 2009. Saya menggarisbawahi kata asli, karena itu pandangan orang ‘atas’ terhadap permasalahan2 negara, dibanding mengkritisi terlalu banyak tanpa tahu dasar masalah, solusi, dan langkah ke depannya, malahan pada akhirnya mengatasnamakan segalanya sebagai ‘salah pemerintahan’.

Dalam debat Capres malam itu, juga dibahas tentang jumlah pengangguran terdidik Indonesia yang mencapai 50.3 % sedangkan jumlah wirausahawan hanya ada di tingkat 2 %. Membuat saya bertanya kepada diri sendiri.
Apa yang bisa saya lakukan?
Haha, klise. Semua orang pasti (atau harusnya) pernah memikirkan kalimat ini. Saya bukan ekstrimist nasionalis yang biasa berteriak-teriak membela rakyat. Saya hanya warga biasa yang suka menonton bulutangkis dan ikut berteriak. Ataupun mengutuk kebiasaan pemukulan wasit dan tawuran massal setelah pertandingan bola. Saya hanya sadar, bahwa KITA adalah bangsa yang besar.

Potensial adalah kata yang harus dijunjung. Dan kaya adalah kata untuk bangsa kita. Cukup butuh kesadaran, untuk tahu bahwa kita harusnya punya BANYAK untuk maju. Cukup butuh kesadaran, untuk yakin bahwa kita harusnya BISA untuk membuat segalanya lebih baik. Jangan menutup diri untuk sekedar mengutuki keadaan tanpa berbuat apa-apa.

Rumput tetangga memang selalu lebih hijau. Tapi BUKAN BERARTI kita tidak mampu.“Go Taufik. Go Indonesia.” Kemenangan Taufik berarti kemenangan Indonesia. Ya, cukup butuh kesadaran untuk merasa yakin bahwa kalau satu dari kita bisa berbuat banyak, kenapa kita tidak?

Saya tidak sok-sok an berkata nasionalis, tapi jangan melulu memikirkan diri sendiri. Yang penting cari kerja, dapat uang, membangun keluarga, memakmurkan saudara, apa itu Indonesia? Hanya sekedar tempat berpijak? Sekali lagi, hanya sebuah renungan untuk saya. Sebuah renungan besar.

Apa yang bisa saya lakukan untuk Indonesia?

Kesadaran. Terbukti tidak bisa datang sendiri. Harus ada niat untuk memulai, tidak selalu bisa datang dengan kata “go with the flow“. Kata-kata omong kosong untuk pemalas yang tidak biasa bangun pagi, yang manja, dan terbiasa menunggu diberitahu tanpa mencari tahu lebih dulu.

The Dance and Rythm That Followed

//June 18, 2009//

2 years, 10 days ago.

We sat down face to face. Talking about what we called ‘feeling’. Something we weren’t sure, it is or it isn’t.
My arms were thinner, as well as his.
But heart still flying and we decided to take a go.
Deep down inside, we speak in one language.
No one understands better than us, that differences sure really are beautiful.

Time is flying, you and I, walking on rainbow, running under the rain.
Forward. Through weathers we’ve never seen before.
You and I, soul we’ve never touch, mind we’ve never say hello.
But, should we throw all the differences? We’ve never seen the end, or have we?
We just enjoying the road, at least I do. Do you?
People never really know what we feel. Feeling like no other? Or just a pain knowing we will really meet an end?

A long heavy sigh. A really deep breath. A ship of sugar.
Then, another reality.

Someday, when we’re already become memory or making another history. Should we remember the day?
We wouldn’t go back. Like Marty do.
But we like where we’re going. We never do candlelight while eating dinner. We rarely shout sweet words through each other. We feel odd with the romantic kind of stuff. We have never taken any photo of us, a reminiscence of what people called moment. Yet, we have never complained about those things.

Thankful is the feeling. For having you. For deciding to take a go. Regret never really the words, for our little dictionary.

I do. Is the answer to every question you’ll ask.
Or the one you’ll never asked.

Until later dear sweetheart. Let’s have another ice cream :)