Kecewa. Lagi.

//November 25, 2009//

Gue orang yang sangat menyeramkan kalau marah. Dan gue sangat menyebalkan kalau marah. Gue jahat. Karena gue bisa berbuat apa aja lebih dari yang pernah gue bayangkan. Gue jahat banget kalau jadi musuh. Kalau gue benci orang, gue parah banget. Gue bahkan pengen mereka mati. Iya, mati menderita. Langsung ke neraka. Walaupun gue tahu bahwa gue yang pasti masuk neraka karena nyumpahin / bunuhin mereka.

But then again, kalau dipikir-pikir siapa gue? Bisa sejahat/sekejam itu. Gue bukan Tuhan yang bisa nentuin kapan seorang manusia mati.

Mungkin harus ikhlas, mungkin harus terima bahwa mereka jahat padahal kita sudah berusaha baik sama mereka, mungkin harus bernafas tenang kalau mereka tidak pernah bilang terima kasih, mungkin harus santai-santai saja karena mereka tidak pernah peduli dengan bantuan yang kita berikan (atau mungkin mereka tidak butuh?).

Mungkin mereka adalah dewa, yang punya teman-teman dewa lainnya. Mereka ada untuk disembah sujud, bukan untuk membantu orang lain. Gue mungkin bukan teman-teman mereka, karena gue bukan dewa. Baru sekarang melihat bahwa di kehidupan nyata memang ada orang-orang yang pilih-pilih teman. Sucks.

Kecewa dan merasa bodoh karena pernah mempercayai mereka dan menganggap mereka teman (padahal mungkin gue hanya dianggap genangan air atau kotoran di tengah jalan). Bodoh

 

Di Luar Saja

//November 24, 2009//

Hilir mudik.
Lalu lalang.
Orang-orang di balik tirai biru.
Wajah-wajah khawatir, tatap haru.
Melantunkan doa sejahtera.

Kami hanya orang-orang di luar tirai, sang pelantun doa, dengan wajah cemas, yang hilir mudik.
Kami tak tahu beratnya hidup di balik tirai, mengaduh lemas, wajah tertunduk. Pucat.

Kami hanya orang-orang di luar tirai. Hanya ingin seulas senyum tanda bahagia. Hanya ingin sepasang kaki yang menopang kalian kuat.
Untuk sekarang, tidak apa. Tangis bukan senjata, cuma rasa sayang.

Cepat sembuh.

 

Fireflies

//November 21, 2009//

This is the celebration of black and white
The monochromatic version of sephia
We ride on an endless coaster
To adventure land the map seen not
Tired and exhausted our hearts might be
Reality and acceptance is all we’ve got
Walking down the hallway, flying through chairs, jumping to children
We’re just fireflies with time remaining
We glow, we shine, we take the wind
But the light will fade and that’s your turn
To burn the fire and see the sky
This is the only place you’ll hoped you’ll be

 

21 November 2009
14:35

Take your time, friends. You’ll get here soon, and I’ll be your guide. For sure. And I’ll make you all golden.

Anomali

//November 15, 2009//

Hari ini tidak seperti hari Sabtu. Di mana saya bisa bangun siang dan berangkat ke luar rumah di atas jam 10.

Hari ini tidak seperti hari Sabtu. Karena biasanya saya harus bangun jam setengah 7, sampai di kampus jam 8, dan beraktivitas sampai sekiranya jam 5 sore. Ya, walaupun mulainya lebih lambat, aktivitas saya justru molor sampai jam 1 malam.

Hari ini tidak seperti hari Minggu. Karena rutinitas jam setengah 7, dimajukan jadi jam 4 pagi. Menjelajah kampus tetangga, pulang ke kampus jam 10, dan meneruskan rutinitas lagi.

Iri rasanya melihat banyak status yang bertebaran dengan keriaan akhir minggu ataupun waktu libur dengan keluarga/sahabat. Di akhir minggu, kegiatan saya justru baru dimulai.

Really, I just can’t tell where is my weekend anymore. Yet, it is still enjoyable to see the face of my dearest beloved friends, foes, mates, and children. So, bear me another weekend, because I know I can do it better. There will be no space for spoiled little bastard begging for vacation or another whining and complaining. I am (trying) not gonna do that. Bet that, I’m getting stronger.. Yeaay.. :)

A Slap You Will Never Forget, and A Warm Smile Burnt in Heart—October 16, 2009

/

/October 27, 2009//

How old are you the first time you had a dream? A dream that you wanted so bad that you’re dying because of it? How old are you when you realized that dream still alive and continued on to get bigger and with more passion?

Saya sering menulis betapa saya sangat bersyukur masih memiliki mimpi besar yang masih mengiringi langkah saya. Mungkin orang bosan membaca tulisan saya tentang hal itu, tapi Itulah cara saya untuk memastikan bahwa saya masih punya banyak misi dan tujuan untuk diperjuangkan. Masih banyak pertarungan untuk dimenangkan, dan masih terlalu banyak semangat untuk ditumpahkan.

16 Oktober tahun ini mungkin adalah kali ketiga saya menginjak umur kepala 2. Hari itu serasa sama seperti hari-hari biasanya, dimana saya harus banyak bersyukur dengan setiap nafas dan langkah yang saya punya. Tapi, the best part about it, it took a lot to realize that I’ll never live without YOU all. Haha, saya bersumpah bahwa inilah ulang tahun paling membahagiakan yang pernah saya rasakan. Ibu saya mengirim sebuah jam tangan super keren (yang fortunately berwarna merah), Kakak dan Adik saya memberikan sebuah jam meja super keren yang memang keren :P, Haiva memberi saya kaos super keren, Sella memberi saya sebuah buku super keren yang saya idam2kan sejak dulu—Paulo Coelho’s The Winner Stands Alone, Cakru2 saya memberi sebuah Cheese Cake keren yang luar biasa besar dan banyak orang-orang baik hati (Mangasi, Insan, Sella, Angga, Lukman, Vina, Bravo, Ayue, Praba, Alvin, Ijul, Sabar, Ramda, Amri, Aban, Farhan, Yudhi, Ian, Azki, Timothy, Rizki, DInoy, Keni, Wibi, Aftah, Gora, Puti) yang memberikan saya kamera super keren, sebuah Lomo Oktomat (yang lagi2 berwarna merah). Dan banyak ucapan syukur dan doa yang dialamatkan di hari itu. Dan ketika saya sadar, bukan lagi tangis yang menjadi, tetapi rasa syukur yang berlimpah.

Saya tidak habis pikir kenapa mereka mau memberikan semua itu hanya untuk seorang saya yang suka berkata kasar dan bertingkah egois ini. Tapi di hari itu Mangasi bilang, “Kalau kamu merasa nggak pantes menerima semua hadiah itu, kita semua bakal merasa sedih karena nggak bisa membahagiakan kamu.” Ya, ya, harusnya saya sadar, ketika kalian dengan suka cita dan senyum memberikan semua itu, tidak ada lagi yang harus dipertanyakan. Yang ada harusnya senyum dan rasa suka cita yang lebih besar. Sebuah kalimat yang masih saya ingat sampai sekarang adalah kata-kata Hardi di malam itu ketika saya mempertanyakan hal yang sama, “You deserved it, Cup. Because you inspired many people.

Dan ketika tahu itu, saya bersyukur sekali lagi. Karena saya hidup untuk itu. Karena Itulah mimpi terbesar saya. Saya selalu berpikir bahwa Tuhan tidak menciptakan kita begitu saja, dan bagi saya, saya harus hidup untuk orang lain. Saya harus membuat banyak orang mendapatkan inspirasi dan mimpi mereka. Dulu saya mendapatkan inspirasi dan mimpi saya karena menonton Toy Story. Saya bersyukur amat sangat karena di umur semuda itu, saya sudah merasakan bagaimana hebatnya kekuatan sebuah mimpi. Sayapun bersumpah, apapun caranya, saya harus membuat orang lain merasakan hal yang sama, merasakan hebatnya kekuatan itu, merasakan indahnya rasa syukur. Mungkin, usaha saya masih terlalu kecil, dan mimpi saya masih belum tercapai sepenuhnya, tapi ketika tahu bahwa langkah kecil ini pernah menyentuh orang lain, saya hanya bisa berkata dan kembali bersyukur, “Tuhan, terima kasih banyak atas kesempatan ini.” Mudah-mudahan, langkah ini akan berubah menjadi besar suatu saat nanti. This is the sign of gratitude, I will never know how to express :)