First Thing First: Understanding Your Own Feelings

Saya banyak menemukan diri di pemikiran dalam diri sendiri. Kadang, ada hal-hal yang nggak bisa kita tangkap walaupun banyak orang dan buku self-help menyarankan kita hal tersebut, tapi malah kita dapatkan dalam hal-hal kecil yang terjadi sehari-hari. Maka kali ini, saya ingin membagi proses berpikir yang pernah saya alami. Mungkin berguna, mungkin juga tidak, karena saya paham untuk sampai ke suatu tahap pemikiran, manusia punya cara yang berbeda-beda. Menurut saya, itulah mengapa pelajaran tentang manusia selalu menarik dan perbedaan itu justru harus dirayakan. Memahami emosi yang kita miliki dapat membantu kita untuk lebih memiliki self-worth maupun pemahaman terhadap diri sendiri.

***

Saya percaya, semua teknologi diciptakan dengan tujuan untuk memperbaiki harkat kehidupan kita, begitupun dengan sosial media. Akhir-akhir ini, saya sering menemukan blog post ataupun curhatan yang dimulai dengan kata-kata semacam ini: sosial media mengubah banyak hal di sekitar kita, baik maupun buruk. Hal tersebut nyata adanya karena tidak bisa dipungkiri kehadiran sosial media membuat kita mengubah cara bersosialisasi dan kebiasaan sehari-hari.

Dari semua impresi yang ditimbulkan oleh scrolling timeline, mengintip sebagian kecil kehidupan orang lain,  kemudian membandingkan diri kita dengan mereka, salah satu rasa yang paling umum dan wajar ditemukan adalah: iri hati. Kata ini mungkin lebih dikenal dalam Bahasa Inggrisnya, Envy. Keinginan untuk memiliki sesuatu yang dimiliki orang lain. Dalam kepercayaan Yunani yang mendefinisikan 7 Deadly Sins, Envy termasuk di salah satu dosa terbesar karena dapat mengakibatkan perasaan buruk lainnya. Sehingga wajar jika kata iri biasa dipadukan dengan dengki. Karena adakalanya, iri hati akut membuat kita memiliki tendensi untuk membenci seseorang/sesuatu.

Saya sendiri pernah mengalami fasa iri hati tersebut. Di kasus saya, paduan perasaan yang terjadi bukan dengki, tetapi minder dan rendah diri. Walaupun saya sudah berdamai dengan diri saya sendiri, tapi saya tidak menyangkal bahwa saya masih beberapa kali mengalaminya. Beberapa waktu yang lalu saya menulis tentang kesehatan mental dan kebahagiaan, yang kalau ditarik garis masih berhubungan dengan semua perasaan yang saya sebutkan di atas, iri hati, dengki, dan rendah diri.

Read more

Starting Small Series – Finance 101

Di seri kali ini, saya mau berbicara tentang UANG. Hahaha. Mungkin saya nggak terlalu capable untuk berbicara tentang ini karena sama sekali nggak punya background terkait finance. Sewaktu SMP, pelajaran akuntasi adalah pelajaran yang paling nggak saya paham kenapa harus ada di dunia ini. Selama menjalani Kawung Living sendiri, saya lebih banyak mengurusi bagian kreatif dan operasional. Sedangkan produksi dan keuangan masih dipegang oleh Liza. Tapi walaupun nggak punya background finance sama sekali, sebagai pelaku bisnis setidaknya kita harus paham bagaimana cara membaca kesehatan bisnis dan mengukur pertumbuhan bisnis. Berikut ini adalah beberapa tips yang mungkin bisa membantu kamu memahami hal-hal yang nampak gaib ini. Saya sendiri bingung harus memulai darimana dan sepertinya post ini terkesan agak lebih berat dibandingkan sebelumnya, tapi saya mencoba menjelaskannya dengan sederhana. Post kali ini lebih menitik beratkan kepada bisnis di sektor pengadaan barang, tapi mungkin bisa diterapkan juga di bisnis jasa. Untuk mempermudah penjelasan, saya akan coba berikan beberapa contoh perhitungannya. Di akhir, akan saya cantumkan juga file Excelnya sehingga kamu bisa mencoba sendiri.

Read more

Stranger by Distance

Your current addiction and the drama.
You cannot stop obsessed about it.
And there’s a whole song about falling in love with a total stranger.

I don’t think I can understand that feeling.

But there you are, telling me stories about friends you’ve never met before.
Calling them by nicknames.
Telling daily jokes and congratulating them on milestone moments.
On text.
Via cable.

I don’t think I can understand that feeling.

Indonesian’s Foolproof Guide to Singapore – Shopping

Setelah sebelumnya berbagi tentang tempat makan dan wisata favorit saya di Singapura, sekarang saya mau sharing tentang toko atau spot belanja favorit saya. Sebenarnya, saya kurang menangkap kenapa turis Indonesia hobi belanja di Singapura. Karena menurut saya barang-barang di Singapura harganya lebih mahal dari di Indonesia atau Malaysia. Sekarangpun beberapa merek yang suka dibeli turis Indonesia lumayan banyak yang sudah tersedia di Indonesia. Memang sih tipe barang dan variasinya lebih lengkap di Singapura, tapi menurut saya harusnya Singapura tidak lagi menjadi tempat belanja yang spesial. Tapi memang saya akui, bahwa Singapura sangat nyaman untuk dikunjungi.

Walaupun belanja di Orchard, Sommerset, dan sekitarnya terlihat sangat instagrammable dengan dekorasi yang selalu berubah setiap saat, tapi hidden gem Singapura ada di balik stasiun-stasiun MRT yang jarang disebut di buku guide. No, I’m not talking about the hipster-ish Haji Lane or Tiong Bahru. Berikut ini saya cantumkan tempat-tempat yang saya rekomendasikan untuk belanja dengan harga yang lebih miring.

Read more

Naming Fear

A few weeks ago, my friend Mega asked me to watch It on the cinema. Although I thought the movie would be a thriller/mystery, I was a little bit surprised that the movie actually falls to a horror genre. The main ‘ghost’ in the movie takes form as a clown, later known as Pennywise, The Dancing Clown. I, personally, have never really like a clown since I was a kid and would like to define it as ‘disturbing’ and ‘not really pleased to look at’, but never really fear it wholeheartedly. But aside from all the spooky and scary things, I find the movie is quite interesting from the way they approach the word ‘fear’.

Read more