Reason to

//January 02, 2010//

 


http://poop-art.deviantart.com

The definition
Gue baru saja berbincang dengan seorang teman, and uh-well-the story is always repeated. It is still under the name of love. Yeah, the reason why Beatles created the song ‘All You Need is Love’, the reason why Jack Dawson said “You jump, I jump.”, and the reason why the Capulet girl stabbed herself. Yes, it is (again), about love. The never ending discussion that still growing towards civilization. Gue sangat suka baca posting Puty yang judulnya All Love Stories Are the Same dan membacanya gue hanya senyum-senyum saja dan setuju-setuju saja. Karena gue bukan orang yang ahli soal gini-ginian, gue tidak bisa berani-berani memberi petuah kepada orang lain soal ini. Gue juga jarang sekali membahas soal ini, because I can’t tell you what love is.

Is it a beat that keeps banging your heart and head every time you see your significant others? Is it when your face becomes red when he/she smiled at you, and you don’t know what to say and started trembling? It is a thankful feeling just to sit next to him/her? Is it the comfortable feeling that makes you can talk about ANYthing in the world? Is it /just/ that? Or is it more than that? I say, don’t dare to tell people what is love if you don’t know exactly what it is.

It is just my opinion. If you have any beautiful feeling that always disturbs you for seeing someone, oh dear, keep it, treasure it. It is maybe your most sincere and beautiful feeling you ever have. Don’t rush to call it love. Because maybe, you won’t find the name of your feeling in every dictionary, or word from every languages. You won’t find the right definition for it, because maybe, it is more than love.

The Over-Exposed
Maybe, it is just me. Maybe, it is only me. I just don’t get it why people over exposed their feeling towards internet. I just don’t get it why they express the love they feel, when they can meet every second? Why is it happen after they texted or phone each other? I just don’t get it. They write on each other wall, express everything itchy (I mean this), and when people got to comment it, they said with blush expression, “Oh, why you all need to comment it?”.

Dear, you do aware of the danger of internet, do you? You know that the idea of the internet is, IT IS VISIBLE TO OTHERS (others = EVERYone on every corners of the world). If you don’t want anyone to comment it, write it on a paper with a real pen, not a keyboard on the Facebook wall. I don’t judge, I just want to know why. Mark Zuckerberg-the creator of Facebook—did make a Message feature on his website and e-mail just happens to be perfect for expressing your feeling /privately/. Is it just for publication? Is it just for being famous? Maybe, I won’t find out why. Maybe it is just their excessive feeling that they don’t know how to spill it anywhere. Because they’ve just used all of the options. Maybe, maybe. Once again, it is just my two cents. Afterall, everybody can do everything they want to do, right?

 

    Overexposed is not really the thing.

    It’s not something you blab to other people.

    Monthly anniversaries, greeting, thankful feeling, thank you, sorry, miss you.

    It is more beautiful when the two of you is the only one who knew.

    It’s not the information you give to other people for popularity.

    I mean, who’s like lollipop for share?

    (It’s kinda gross to share, actually.)

 

So, it is just my thoughts, no one’s buying it anyway.

 

Sherlock Holmes review

//December 31, 2009//

The 221-B Baker Street Drug Addict slash Legendary Detective is Back (with more action and Guy Ritchie’s Midas Touch)!

Sekarang kita semua tahu bahwa Guy Ritchie adalah sutradara film action yang ‘menyegarkan’, Robert Downey Jr. seorang aktor yang telah dua kali berhasil menghadirkan tokoh khayalan menjadi nyata (ingat Iron Man, kan?), dan Sherlock Holmes versi Guy Ritchie telah menjadi film Sherlock Holmes paling menghibur yang pernah ada.

Sherlock Holmes adalah seorang tokoh heroik, nama detektif paling terkenal yang pernah ada di dunia. Sir Arthur Conan Doyle menggunakan karakter dosen sewaktu kuliahnya, Joseph Bell, untuk menciptakan tokoh ini pada tahun 1887 yang pada akhirnya, telah dimainkan oleh lebih dari 70 aktor di hampir 200 film (Kenneth Turan – Los Angeles Times). Oh, dan sudahkah saya bilang? SAYA PENGGEMAR BERAT SHERLOCK HOLMES! Saya punya semua koleksi bukunya (walaupun sekarang sudah ada beberapa yang hilang). Mulai dari kasus pertamanya dengan Watson di Study in Scarlet, pertarungannya dengan Professor Moriarty yang menyebabkannya disangka meninggal, sampai salam terakhirnya di kumpulan kasus The Last Bow. Jadi di review kali ini, saya ingin membahas apa yang sangat kenal baik, yaitu… Sherlock Holmes.

Guy Ritchie mampu memuaskan dahaga para penikmat film action dengan membuat tokoh Holmes menjadi petarung dengan badan six pack dan saya juga harus mengakui Watson (Jude Law) di film ini terlihat seperti sidekick untuk superhero Holmes. Untuk bagian ini, saya tidak bisa banyak berkomentar. Inilah interpretasi Guy Ritchie tentang tokoh detektif Inggris ini, dan menurut saya, inilah interpretasi yang paling cocok untuk para penonton ‘sekarang’. Buktinya,RottenTomatoes memberinya rating 70%. Dan untuk apa memperdebatkan tentang ketidakmiripan antara bukunya dan filmnya? Kita toh akan selalu tahu adaptasi pasti dibuat untuk menyeimbangkan novel ketika akhirnya dibuat nyata menjadi film. Yang harus saya acungi jempol adalah detil-detil kecil yang ditambahkan Ritchie di sepanjang film ini, dan itu luar biasa.

Baker Street 221-B, kemunculan Inspektur Lastrade dari Scotland Yard, Professor Moriarty, Irene Adler, dan masih banyak lagi. Itu semua adalah kepuasan bagi para penikmat bukunya. Detil-detil kecil itu adalah hal-hal esensial yang ada di bukunya dan berhasil dituangkan dengan baik di film ini. Saya tersenyum puas ketika melihat detil-detil tersebut tercetus hanya sesaat. Fakta-fakta ini adalah hal yang hanya diketahui oleh para pencinta bukunya. Mungkin para penggemar barunya akan segera mengerti, karena fakta-fakta ini diselipkan dengan rapi dan ringan di sepanjang film sehingga (mungkin) tidak akan membuat bingung. Seperti fakta bahwa Watson adalah mantan tentara di Afghanistan, kebiasaan Holmes menembaki dinding kamarnya dengan revolver, kebiasaannya bermain biola, kemampuannya menyamar, keberadaan kakak Holmes—Mycroft, kebiasaan Holmes bertindak seperti gembel, mengkonsumsi narkoba dan merokok di saat menganggur, catatan dokter Watson (perlu diketahui bahwa Sir Arthur Conan Doyle menulis Sherlock Holmes dari sudut pandang Dr. Watson yang merupakan catatan-catatan kasusnya dengan Holmes), juga kebiasaan Holmes duduk di sofa dan menyatukan ujung-ujung jarinya untuk kemudian mengubahnya menjadi mesin pemikir no.1 di dunia. Oh, saya harus bertepuk tangan untuk usaha hebat luar biasa ini!

Yang paling saya sayangkan mungkin hanya tidak adanya hal yang paling saya tunggu-tunggu di film ini, yaitu kalimat terkenal Holmes untuk Watson, “Well, Watson.”. Mungkin terdengar sepele, tapi kalian harus tahu bagaimana pentingnya hal ini untuk para penggemar Sherlock Holmes.

Dengan banyaknya pujian dan tepuk tangan yang dialamatkan untuk film ini, saya kembali mengatakan bahwa film ini telah menghibur saya dengan baik. Semua orang pasti akan menunggu-nunggu apalagi yang akan diperbuat Guy Ritchie dengan film adaptasi seperti ini, karena kita semua tahu Snatch dan Rock n Rolla, ditulis sendiri olehnya. Tapi di film ini, Guy Ritchie masih bisa menahan dirinya dengan tidak membuat terlalu banyak improvisasi. Saya juga kaget dengan pemilihan Robert Downey Jr sebagai Holmes, karena tahu kan Guy Ritchie banyak memakai aktor Inggris, apalagi tokoh detektif ini adalah tokoh kesayangan warga Inggris (Downey adalah aktor Amerika). Tapi hal itu justru tidak mengganggu sama sekali, deretan aktornya berhasil memainkan perannya masing-masing dengan baik. Oh ya, kemunculan Rachel McAdams sebagai Irene Adler yang agak flirty dan berani itu juga jadi hiburan yang menarik buat saya. Satu hal yang menjadi gaya khas Guy Ritchie, tentu saja titling gambar bergerak ke animasi yang menarik, dan itu bisa tetap Anda temukan di credit title yang lagi-lagi harus diberi tepuk tangan. Akhirnya, seperti kata Holmes, “Well, Mr Ritchie. This is incredibly fun and yet brillian. Well done!”

Trivia:

    Pada saat adegan Dr. Watson menyuruh Sherlock Holmes untuk mencari kasus baru dengan membuka semua gorden dan menyuruhnya keluar dari kamarnya, Dr. Watson membacakan beberapa surat permintaan kasus. Kasus-kasus yang dibaca Dr. Watson saat itu sebagian besar adalah kasus-kasus yang benar-benar ada di bukunya.
    Di bukunya, pertemuan pertama Dr. Watson dan Mary Morstan terjadi ketika Mary menjadi salah satu klien Holmes. Buku yang menceritakan tentang kasus itu berjudul Sign of Four.
    Irene Adler diceritakan sebagai seorang penjahat/pencuri lihai di film ini, tetapi di bukunya Irene diceritakan sebagai seorang penyanyi. Kepandaian dan kecantikan Irene mampu membuatnya sebagai satu-satunya wanita yang diakui Holmes. Di akhir kasus, Irene diceritakan pergi bersama kekasihnya dalam cerita berjudul A Scandal in Bohemia.

Living Hippies

//December 30, 2009//

Kalau ada yang tahu, selama 6 hari kemarin saya sekeluarga jalan-jalan keliling Jawa. Aneh memang, buat keluarga saya untuk bisa sampai kepikiran buat liburan seperti itu. Soalnya keluarga saya adalah tipe keluarga biasa yang setiap harinya selalu di rumah dan jarang sekali untuk setidaknya jalan-jalan ke mall atau makan di luar (kita terbiasa dengan delivery dan makanan ibu yang enak sekali). Kemarin, kita berkesempatan untuk benar-benar jalan-jalan dan semuanya masih terasa aneh.

Kita bertujuan akhir ke Jogja dan memilih untuk memakai mobil. Soalnya barang bawaan untuk 5 orang cukup banyak dan kita berniat untuk membawa oleh-oleh untuk keluarga di Garut (yang bakal dilewati waktu jalur pulang). Selama 6 hari itu, kita menjadikan mobil sebagai rumah kedua. Karena semuanya ada dan dilakukan di mobil. Mulai dari cadangan air yang banyak sekali, tempat makan dan segala macam makanan, tempat menjemur pakaian basah (karena kebanyakan tempat yang kita kunjungi pasti sedang dalam keadaan hujan), tempat main game (pakai batre laptop yang terbatas), tidur (pastinya), dan lain-lain. Semua hal itu jadi mengingatkan saya atas cita-cita saya waktu kecil. Yaitu, LIVING IN A CAR!

Iya, hidup di dalam mobil, seperti para hippie zaman dulu. Mobil yang bakal saya pilih adalah mobil besar macam VW Combi (waktu itu saya terpengaruh sekali sama Mistery Machine-nya Scooby Doo dan jatuh cinta dengan film Little Miss Sunshine). Saya bakal tinggal di mobil dan jalan-jalan keliling dunia dengan si mobil super itu. Saya bakal melakukan segala macamnya di mobil itu dan sayapun nggak perlu punya rumah. Sounds weird, huh? Tapi saya sangat menganggap itu menarik dan menyenangkan! Apalagi setelah melihat salah satu episode Pimp My Ride yang menjadikan bagian belakang VW Combi jadi tempat tidur dengan TV di belakangnya. Yah, mungkin suatu hari. Suatu hari nanti di masa senja, saya bakal mengumpulkan uang tabungan, membeli VW Combi, menjadikannya senyaman mungkin, dan keliling dunia. Tapi mungkin pertama kali, saya harus belajar nyetir dulu ;P

Semarang – Demak – Kudus

//December 26, 2009//

Semarang, sang ibu kota. Berjaya dengan pelabuhan dan bandara. Menghubungkan berbagai nyawa, dengan berbagai kepentingan. Container-container raksasa warna-warni tertumpuk rapi. Beberapa terguling, tak terurus di tengah lapangan. Perahu-perahu layar tertambat rapi. Dengan warna-warni cantik yang membuat berdecak.

Demak, kota wali. Kota yang hanya tercantum di buku sejarah, perlambang kejayaan masa lalu. Mesjid agung Demak bertempat di alun-alun kota, dengan makam para walinya yang terkenal. Beberapa rombongan datang berkunjung, mencantumkan nama untuk berziarah ke tanah makam.

Tiang mesjid Demak terkenal luas. Diceritakan ketika pembangunan mesjid ini, pilar ke-4 kekurangan kayu. Tingginya tidak serupa. Maka dari potongan-potongan kayu yang tersisa, dibuatlah tiang terakhir. Para pelancong datang melihat, menciumi satu persatu tiangnya.

Kudus, kota kretek. Tempat tembakau-tembakau terbaik dilinting rapi.Sebuah pasar berdiri dekat kota, berisi warung-warung makanan yang berjajar. Menikmati soto kudus yang terkenal, menghabiskan malam dengan senyuman. Mendaki gunung jauh ke atas. Gunung Muria, makam para sunan. Kala pagi dinginnya menusuk, ketika hujan kabutnya membumbung. Iring-iringan ojek tak kunjung berhenti. Dengan rompi merah dan nomer punggung. Bersenjata klakson dan teriakan, menjajakan diri sampai larut malam.

 

Pekalongan

//December 25, 2009//

Aktivitas sebuah kota dibangun oleh kebiasaan masyarakat yang hidup di dalamnya. Kota ini adalah Pekalongan, kota batik di Jawa Tengah. Definisi mall adalah deretan ruko dengan swalayan. Jalanan besar dengan banyak pasar grosir batik. Poster besar konser Agnes Monica dan DJ Winky terpampang megah. Di alun-alun, banyak pengendara sepeda. Di sudut-sudut kota, penduduknya bangga berbatik.

Jawa tengah, “alon-alon asal kelakon”. Pantas aktivitas kota ini sangat lambat. Kasir minimarket melayani pelanggan dengan lambat, penjual nasi kebuli menata lauk dengan lambat. Aktivitas sebuah kota dibangun oleh kebiasaan masyarakat yang hidup di dalamnya.