
Ketika mulai mengetahui tentang Blog di internet, topik yang selalu saya cari adalah tentang anime dan manga. Maklum, zaman itu, Animax baru masuk Indonesia dan majalah Animonster sedang naik daun (kelas 6 SD-ku yang berwarna). Para penggiat dan kontributor artikel majalah itu adalah blogger pertama yang saya ketahui. Mulai dari sana, saya mulai mengenal HTML dan CSS. Saya mulai belajar Dreamweaver (yang menurut saya tidak terlalu nyaman digunakan #TeamNotepadFTW) dan mengenal Photoshop (sampai sekarang menjadi tumpuan untuk bertahan hidup) di waktu yang sama.
Saya mulai rajin mendesign layout blog sendiri. Walaupun tidak pernah di-post ke dunia maya, saya semacam punya diary pribadi yang kontennya selalu di-update setiap hari. Kemudian saya mulai mengenal beberapa blogging platform dan mulai benar-benar membuat blog pada tahun 2008 di DiaryLand, pindah ke WordPress tahun 2010 sampai akhirnya membeli domain pertama saya di tahun 2013.
Di luar negeri sendiri, Blogger adalah sebuah profesi yang sudah cukup lama hidup. Sedangkan di Indonesia, profesi ini juga sudah mulai dikenal luas. Walaupun yang namanya Blogger ada beberapa jenis menurut saya. Ada yang memang ingin mendatangkan traffik via SEO dan iklan semacam Google Adwords, biasanya ditandai dengan banyaknya iklan di sidebar, diselingi dengan iklan jualan e-book/MLM, dan artikel-artikel yang terkadang tidak punya tema khusus yang berkaitan. Tapi ada juga beberapa Blogger yang memang melakukan branding yang baik terhadap blog-nya dan mendapatkan income dengan cara yang, menurut saya, lebih baik pula. Di antaranya adalah adalah Diana Rikasari atau Evita Nuh di bidang fashion, Andra Alodita & Tara Amelz di bidang lifestyle & beauty, atau Living Loving di bidang creative lifestyle.
Ketika mau membangun website Kawung Living, saya blank apakah memang harus menyewa designer khusus atau tidak. Awalnya memang belum pede karena kemampuan WordPress masih setengah-setengah. Kalau ada masalah dengan plugins yang crash, saya masih sering panik sendiri. Sempat tanya ke beberapa teman soal rekomendasi designer web, tapi masih tetap bingung seputar range harga, mekanisme maintenance, dan hal-hal lainnya. Saya sempat browsing juga harga-harga pembuatan web E-commerce sejenis, harganya beragam, mulai dari 3 – 8 juta atau bahkan lebih dari itu. Kalau harga jasa, saya memang tidak bisa komentar banyak. Harga suatu jasa memang hanya bisa dinilai oleh diri sendiri. Ada beberapa yang memasang harga rendah, tapi kualitas yang didapat juga seadanya. Bahkan ada yang cuma custom dari premium themes yang ada (yang sebenarnya bisa kita lakukan sendiri). Anyway, pastinya kamu selalu tahu budget yang kamu punya. Akhirnya, kami memutuskan untuk develop website sendiri karena masalah budget ini (dan merasa yakin akan selalu ada jawaban untuk pertanyaan apapun di pencarian Google).
Artikel WordPress dalam bahasa Indonesia sekarang sudah cukup banyak, tapi isinya kebanyakan teknikal dan tutorial standar. Saya kadang kesulitan mencari tips yang pas dan bingung harus memulai dari mana. Kadang tidak selalu pencarian Google teratas memberikan hasil yang paling baik. Resource dari luar terkadang banyak dan solutif, tapi ada beberapa yang kurang praktikal dipakai di Indonesia. Hal inilah yang membuat saya ingin menulis post series berjudul Happy Website, Happy WordPress.
Outline post series ini saya bagi sebagai berikut:
Read more